Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta, Justin Adrian mengaku tidak heran dengan kasus korupsi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta yang menyeret Kepala Dinas dan Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Mohamad Fairza Maulana (MFM)

Sebab, kata Justin, pihaknya juga pernah menemukan pengajuan anggaran janggal dari Dinas Kebudayaan dalam rapat kerja bersama Komisi E DPRD DKI beberapa waktu lalu.

"Tidak heran. Sekalipun saya baru bertugas di Komisi E, tapi dalam pembahasan anggaran kemarin, ditemukan beberapa hal yang janggal dari permintaan anggaran Disbud," ungkap Justin kepada wartawan, Minggu, 5 Januari.

Saat itu, Disbud DKI mengajukan anggaran pengadaan planetarium mobile dengan nilai Rp5,8 miliar. Saat menelusuri sendiri, Justin menemukan alat serupa dengan kualitas tertinggi hanya dijual seharga 79 ribu dolar US atau setara Rp1,2 miliar.

"Jadi kalau sekarang ada hal seperti ini, ya tidak mengherankan. Kiranya dapat menjadi perhatian seluruh SKPD lainnya di Pemprov DKI," tutur Justin.

Dari kasus ini, Justin mengaku Komisi E DPRD DKI belum menjadwalkan pemanggilan kepada Disbud DKI untuk proses klarifikasi. Saat ini, DPRD masih menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

"Kita serahkan perkara Disbud tersebut kepada penegak hukum, kiranya semua hal dapat terbuka terang benderang," ujar dia.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi kegiatan fiktif Dinas Kebudayaan DKI. Mereka adalah adalah Kepala Dinas (Kadis) Kebudayaan DKI Iwan Henry Wardhana, Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud DKI Mohamad Fairza Maulana (MFM), dan pemilik EO berinisial GAR.

Saat ini, Gatot selaku pemilik EO bodong telah ditahan di Rutan Cipinang selama 20 hari, usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Kemudian, Kejati DKI menjadwalkan pemanggilan kepada Iwan dan Fairza selaku pemeriksaan tersangka pada pekan depan.

Kegiatan yang dikerjasamakan dengan GR-Pro dilancarkan dengan dua variasi, yakni kegiatan yang sepenuhnya fiktif, lalu kegiatan yang sebagian dilaksanakan dan sebagian lagi difiktifkan.

Dalam menjalankan kegiatan yang bersumber dari APBD perangkat daerah seperti Disbud harus membuat pertanggungjawaban penggunaan anggaran.

Untuk menutupi celah itu, Iwan dan Fairza membuat surat pertanggungjawaban atau SPJ dengan menggunakan stempel-stempel palsu dan meminjam beberapa perusahaan-perusahaan dengan imbalan 2,5 persen. Perusahaan itu pun tak melaksanakan kegiatan seperti yang dibuat dalam SPJ Dinas Kebudayaan.

"Salah satu kegiatannya itu pagelaran seni dengan anggaran Rp15 miliar. Modus manipulasi di antaranya mendatangkan beberapa pihak kemudian diberi seragam sebagai penari," ujar Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Patris Yusrian Jaya.

"Selanjutnya foto-foto di panggung dan diberi judul seolah-olah foto ini setelah melaksanakan kegiatan tarian tertentu, Tapi tariannya tidak pernah ada. Dan ini kemudian dibuat pertanggungjawaban. Itu juga sudah dilengkapi dengan stempel-stempel palsu dari pengelola," tambahnya.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Iwan dan Fairza diberhentikan sementara dari status PNS oleh Pemprov DKI. Saat ini Iwan dan Fairza memang belum dipecat dengan tidak hormat. Pemecatan akan dilakukan jika keduanya terbukti bersalah di pengadilan dan dijatuhi hukuman pidana dengan ancaman hukuman minimal dua tahun penjara, sesuai PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.