Bagikan:

JAKARTA - Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto menyoroti rendahnya jumlah Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Kabinet Merah Putih. Menurut Agus kondisi tersebut dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap Presiden Prabowo Subianto.

“Kalau dari hal ini saja Pak Prabowo tidak segera mengambil langkah tegas terhadap menteri-menteri ini, nanti kepercayaan publik terhadap pak Prabowo akan semakin turun,” ujar Agus Sunaryanto saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 1 Januari 2025.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini mengumumkan tingkat kepatuhan penyelenggara negara melaporkan LHKPN-nya pada 2024. Terungkap, dari 124 pejabat pada Kabinet Merah Putih, sebanyak 72 pejabat belum melaporkan LHKPN-nya. Dari 72 pejabat tersebut, sebanyak 16 pejabat adalah menteri dan kepala lembaga setingkat menteri. Sedangkan 26 pejabat lainnya adalah wakil menteri dan wakil kepala lembaga setingkat menteri.

Selain belum melaporkan, Agus mengatakan ICW menemukan pejabat negara yang mengisi LHKPN asal-asalan. Misalnya mencantumkan harga mobil sekelas Toyota Fortuner Rp6 juta, padahal mobil itu tergolong barang mewah dengan harga di atas Rp500 juta. “Kalau atasannya saja (menteri dan wakil menteri) tidak patuh atau banyak melakukan rekayasa terhadap laporan LHKP-nya. Saya rasa itu akan membuat citra pemerintahan Prabowo akan buruk. Jadi kalau mau dibersihkan harus dimulai dari dasar dulu, yakni membenahi pelaporan LHKPN,” katanya.

Menurut Agus, LHKPN merupakan salah satu instrumen pencegahan tindak pidana korupsi (Tipikor). Oleh karenanya, Prabowo harus menunjukkan komitmennya memberantas korupsi dengan mewajibkan seluruh pejabatnya melaporkan LHKPN. Pelaporannya juga harus disusun dengan baik dan benar tanpa rekayasa.

“Harus disiasati oleh Pak Prabowo dengan membuat aturan sendiri tentang pelaporan LHKPN ini. Misalnya jadi pertimbangan apakah menteri atau wakil menteri ini di-reshuffle atau tidak (bila tidak melaporkan atau melaporkan asal-asalan LHKPN-nya)” katanya. “Orang-orang yang tidak melaporkan LHKPN ini sama saja mengkhianati kepercayaan publik termasuk presiden. Amanah jabatan saja sudah berani dikhianati apalagi amanat rakyat,” ucapnya menambahkan.

Agus: Ketua KPK Harus Mundur dari Kepolisian

Kepada Eddy Wijaya, Agus Sunaryanto mengatakan ICW merekomendasikan agar pimpinan KPK yang berasal dari kalangan Aparat Penegak Hukum (APH) mengajukan pensiun dari instansi asalnya. Ia khawatir keterikatan mereka dengan instansi asal menimbulkan konflik kepentingan dan tidak objektif dalam mengusut kasus korupsi.

“KPK dibentuk memberantas korupsi di kalangan penyelenggara negara dan penegak hukum. Jadi kalau kemudian pimpinannya dari penegak hukum, saya khawatir muncul coy (perasaan canggung/malu mengambil tindakan),” ucap Agus.

Ia mencontohkan Ketua KPK Setyo Budi yang merupakan jenderal aktif di Kepolisian. Ia khawatir Setyo tidak berani mengusut korupsi yang melibatkan seniornya di institusi Bhayangkara tersebut. “Bagaimana kalau nanti dia mau menyelidiki laporan kasus korupsi yang melibatkan jenderal-jenderal yang bintangnya lebih tinggi. Apakah mampu atau tidak?” kata Agus.

Pimpinan KPK periode 2024-2029 menuai polemik lantaran didominasi kalangan APH, selain Setyo dari kepolisian, Johanis Tanak dan Fitroh Rohcahyanto dari Kejaksaan Agung, serta Ibnu Basuki Widodo yang merupakan hakim di Pengadilan Tinggi Manado. Kondisi ini berbeda dengan pimpinan KPK sebelumnya yang mengakomodasi kalangan masyarakat sipil.

Agus mengatakan KPK sudah punya pengalaman ketuanya dipimpin oleh kepolisian aktif yakni Firli Bahuri. Bukannya mengungkap korupsi, Firli yang berpangkat Komisaris Jenderal justru menjadi tersangka pemerasan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. “Jadi, kita berharap mereka berhenti dari jabatan aktif di institusi lain,” ucap Agus menegaskan.

Agus menambahkan Indonesia merosot di peringkat 7 dari 11 negara di Asia Tenggara dalam hal Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sejak 2022 karena lemahnya pemberantasan korupsi pada pimpinan KPK periode sebelumnya. Ia berharap pimpinan KPK baru bisa memperbaiki kondisi ini agar IPK kembali membaik. “KPK lahir karena Kepolisian dan Kejaksaan atau institusi penegak hukum sedang mandek dan tidak mampu berakselerasi dalam pemberantasan korupsi. Tapi justru sekarang malah pimpinan KPK-nya sendiri berasal dari APH-itu,” ucapnya.

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akunYouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa. Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur.

Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu." (ADV)