Bagikan:

JAKARTA – Lobi-lobi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri resmi berakhir setelah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Polda Metro Jaya, Rabu (23/11/2023).

Firli ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat masih menjabat sebagai Menteri Pertanian (Mentan).

Pekerja membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung KPK, Jakarta. (Antara/Muhammad Adimaja/AMA/aa)

“Kami telah melaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukannya bukti yang cukup untuk menetapkan Saudara FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak saat konferensi pers di kantornya, Rabu (22/11/2023).

Setelah penetapan Firli sebagai terangka, publik selanjutnya menunggu langkah bersih-bersih KPK serta bagaimana Dewan Pengawas KPK bertindak menangani kasus Firli. 

Kembalikan Citra KPK

Desas-desus soal dugaan pemerasan Firli Bahuri terhadap SYL sudah tercium sejak beredar foto keduanya seusai bermain bulutangkis. Firli berulang kali membantah telah melakukan pemerasan, namun setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi, Polda Metro Jaya akhirnya menetapkan statusnya sebagai tersangka. 

Pengamat Hukum Pidana Masykur Isnan mengapresiasi langkah Polri yang akhirnya menetapkan Firli sebagai tersangka, setelah sempat terjadi tarik ulur selama kurang lebih dua bulan terakhir. Tapi di satu sisi, ini adalah ujian bagi KPK sendiri sebagai lembaga negara yang ditugasi memberantas korupsi di Indonesia.

“Banyak hal yang bisa menjadi catatan. Pertama, dalam konteks kelembagaan KPK ini adalah kabar baik, KPK memang harus diisi oleh pihak-pihak yang memiliki integritas dan akuntabilitas. Jangan sampai KPK ini diisi oleh orang-orang yang sebaliknya,” kata Isnan saat berbincang dengan VOI.

“KPK juga harus segera mengoptimalisasi fungsinya untuk bisa lebih hadir ke masyarakat. Benalu-benalu yang dianggap bisa menghambat kinerja KPK ini harus disingkirkan lebih cepat,” kata Isnan menambahkan.

Dengan status Firli yang sekarang menjadi tersangka, Isnan berharap bisa mengembalikan citra komisi antirasuah tersebut, meski ia sadar itu bukan perkara mudah. 

“Saya berharap hal ini juga bisa mengembalikan citra KPK di ruang publik. Karena seperti yang kita tahu, Firli ini memiliki catatan negatif di masyarakat. KPK dengan posisi saat ini, seharusnya membatasi ruang gerak Firli supaya tiak ada konflik kepentingan,” tutur Isnan.

Ketua KPK Firli Bahuri berjalan menuju mobilnya usai memenuhi panggilan Dewan Pengawas (Dewas) KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK (ACLC), Jakarta, Senin (20/11/2023). (Antara/M Risyal Hidayat/Spt)

Sebelum kasus dugaan pemerasan Firli Bahuri terhadap Syahrul Yasin Limpo mencuat, nama Firli memang sering mengundang kontroversi. KPK di bawah kepemimpinan Firli bahkan disebut-sebut sebagai era terburuk sepanjang sejarah berdirinya lembaga tersebut.

Pada November 2022, Firli bertemu dengan tersangka korupsi Lukas Enembe, yang saat itu tersangka suap dan gratifikasi. Lukas Enembe juga dijerat kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Firli diduga kuat melanggar Pasal 36 Undang-Undang KPK, yang secara tegas melarang pimpinan KPK berhubungan dengan tersangka korupsi yang ditangani KPK.

Kontroversi Firli selanjutnya adalah menunjukkan gaya hidup hedonisme. Pada 24 September 2020 ia dinyatakan terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku karena menggunakan helikopter untuk kepentingan pribadi.

Saat itu, Firli menggunakan helikopter dalam perjalanan Palembang-Baturaja, Baturaja-Palembang serta Palembang-Jakarta. Perjalanan tersebut menghabiskan biaya Rp28 juta.

Menunggu Tindakan Dewas KPK 

Desakan supaya Firli Bahuri meletakkan jabatannya sebagai Ketua KPK makin deras setelah ia ditetapkan sebagai tersangka, termasuk dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Koordinator ICW Agus Sunaryanto meminta Firli Bahuri harus mundur dari jabatan Ketua KPK sebelum pelimpahan kasus ke pengadilan.

"Sebaiknya mundur saja, karena kalau sudah dilimpahkan ke pengadilan, sesuai dengan Undang-Undang KPK yang bersangkutan akan berhenti total," kata Agus Sunaryanto kepada Tempo, Kamis (23/11).

Sementara itu, Isnan menilai Firli akan menunjukkan sikap negarawan jika ia mengundurkan diri. Karena isu kepercayaan publik terhadapnya kian besar pascakasus pemerasan terhadap SYL.

Tapi di sisi lain, Isnan juga mengharapkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK bergerak cepat dalam menangani kasus ini. Dengan berbagai bukti yang telah dibeberkan Polda Metro Jaya perihal dugaan pemerasan, Firli layak diberhentikan dari jabatannya.

“Tapi secara internal, saya berharap dia dipecat, karena dengan demikian fungsi Dewas KPK lebih akseleratif. Jangan sampai terulang kasus sebelumnya saat petinggi KPK nonton MotoGP di Lombok beberapa waktu lalu,” Isnan menjelaskan.

Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak (kemeja putih) bersama Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko saat ditemui di Polda Metro Jaya, Rabu (22/11/2023). (Antara/Risky Syukur)

“Dewas harus lebih hadir dalam proses ini, karena status Firli sudah jelas. KPK ini sedang diuji secara kelembagaan, terutama Dewas KPK itu,” Isnan menyudahi.

Sebagai informasi, petinggi KPK yang dimaksud adalah Lili Pintauli. Ia sempat tersangkut kasus etik pada 2022 lalu, ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua KPK. Saat itu, Lili memanfaatkan jabatannya untuk ‘mengemis’ tiket nonton MotoGP Mandalika serta fasilitas hotel dari PT Pertamina (Persero).

Menurut sejumlah sumber, Lili meminta akomodasi dan tiket untuk 11 orang, yaitu dia, suaminya, kedua anaknya, satu orang teman anaknya, dua ajudan, tiga pengawal, dan satu orang pegawai kejaksaan bernama Dody W Leonard Silalahi.

Namun Dewas KPK menghentikan atau menggugurkan sidang putusan terhadap dugaan pelanggaran etik Lili karena yang bersangkutan mengundurkan diri dari lembaga antirasuah tersebut. Kala itu, ICW menilai Dewas KPK ikut melindungi pelanggar kode etik seperti Lili Pintauli Siregar.

Kembali pada kasus Firli Bahuri, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Dewas KPK mengatakan proses hukum terhadap Ketua KPK di Polda Metro tidak akan memengaruhi jalannya pemeriksaan kode etik.

“Ya engga lah. Di sana kan pidana, di sini etik,” kata anggota Dewas KPK Albertina HO di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin (20/11).

“Kami etik tetap berjalan ya. Ditetapkan tersangka atau tidak, etiknya tetap berjalan sampai selesai,” ujarnya, mengutip Antara.