Hati-hati, Memaksa Mudik Bisa Timbulkan Lonjakan Kasus COVID-19 Baru
ILUSTRASI/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Pelarangan mudik dinilai sudah tepat dilihat dari sudut pandang kesehatan di tengah pandemi COVID-19. Apalagi, kegiatan yang menjadi tradisi tiap Idulfitri dianggap dapat menimbulkan lonjakan kasus positif di tengah masyarakat.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrani mengingatkan potensi lonjakan kasus COVID-19 dapat terjadi jika ada mobilitas. Sebab penularan virus ini terjadi antar manusia dengan jarak dekat dan tidak melalui perantara seperti flu burung.

"Sehingga, solusi terbaik adalah membuat jarak atau kontak antar manusia sedikit mungkin. Nah, mudik berpotensi menciptakan kerumunan baik saat perjalanan maupun di kampung halaman," kata Hasbullah seperti dikutip dari keterangan tertulis KPCPEN, Kamis, 15 April.

Penyebab terjadinya penularan bila terjadi ketika masyarakat berkumpul untuk bersilaturahmi. Kebanyakan orang, kata dia, kerap lupa menjaga jarak atau menerapkan protokol kesehatan bila melakukan kegiatan tersebut.

"Jadi ini kalau tidak dikendalikan akan menimbulkan kasus baru," tegasnya.

Hasbullah mengatakan, masyarakat sebetulnya tak perlu memaksakan mudik di tengah pandemi. Apalagi, saat ini teknologi bisa salah satu alternatif melakukan silaturahmi. "Bisa dilakukan dengan telepon atau video call kapan saja," ungkapnya.

Hasbullah juga angkat bicara soal anggapan mudik bisa menggerakkan ekonomi daerah di tengah pandemi. Menurutnya, selain kembali ke kampung halaman untuk merayakan Idulfitri, ada cara lain yang bisa dilakukan.

Salah satunya adalah mengalihkan ongkos mudik yang nilainya tak sedikit untuk menjadi investasi di daerah, seperti membeli tanah. Selain itu, ongkos mudik juga bisa disumbangkan untuk membantu yayasan yatim piatu atau lembaga pendidikan lainnya. 

"Jadi ongkos mudik bisa dipergunakan untuk hal yang lebih produktif," ujar Hasbullah.

Kalau pun ingin memberikan uang kepada sanak saudara di kampung halaman, masyarakat saat ini bisa memanfaatkan layanan perbankan. "Sehingga, uangnya tetap bisa dibelanjakan di kampung halaman dan roda perekonomian di daerah tetap berjalan tanpa harus mudik," jelasnya.

Sebaliknya, jika muncul lonjakan kasus baru karena memaksakan mudik justru akan menyebabkan pemerintah mau tidak mau akan melakukan pengetatan lagi. Hal ini kemudian membuat ekonomi makin tak bergerak.

"Sehingga jangka panjangnya, kalau tidak dilarang mudik justru dampak pertumbuhan ekonomi akan lebih besar. Karena lonjakan kasus baru akan menimbulkan reaksi ketakutan baru. Ekonomi melambat juga," pungkasnya.