Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua KPK periode 2015–2019, Thony Saut Situmorang mengkritik sayembara penangkapan buronan korupsi Harun Masiku yang diumumkan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait. Menurut Saut, sayembara yang diumumkan Ara, sapaan Maruarar, tidak tepat dan menyalahi logika pemberantasan korupsi.

“Makanya (tindakan) dia masuk dalam kategori false policy. Terjadi logika yang salah di situ. Dia berusaha menyelesaikan (perburuan Harun Masiku) dengan cara begini (sayembara),” ujar Saut dalam podcast EdShareOn bersama host Eddy Wijaya yang tayang pada Rabu, 18 Desember 2024.

Sebelumnya, Maruarar Sirait mengadakan sayembara senilai Rp 8 miliar bagi orang yang menemukan Harun Masiku, buronan kasus suap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. Harun yang pernah menjadi calon legislatif DPR RI dari PDI Perjuangan dinyatakan buron sejak 29 Januari 2020. Kasus Harun menyeret nama Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto. KPK beberapa kali memeriksa Hasto dan ponselnya juga disita.

Menurut Saut, terdapat sejumlah hal yang menuai perdebatan publik atas tindakan Ara. Pertama, apa tujuan Ara menggelar sayembara. Sedangkan kedua adalah hadiah sayembara senilai Rp 8 miliar seharusnya dimanfaatkan untuk masyarakat, khususnya memenuhi tugas Ara menyelesaikan persoalan perumahan warga kecil. “Misalnya masyarakat di Kampung Bayam, Tanjung Priok, yang sampai kini belum mendapat rumah,” kata Saut.

Saut sangsi Ara menggelar sayembara untuk menghentikan korupsi, tapi ia menduga ada tujuan lain di balik tindakan mantan politikus PDI Perjuangan tersebut. “Tujuan Ara untuk ngasih uang itu untuk apa? menghentikan korupsi atau menangkap seseorang yang kemudian ada kaitannya dengan orang lain?” katanya.

Mantan Direktur Monitoring dan Surveillance Badan Intelijen Negara (BIN) itu lantas melihat indikasi konflik kepentingan dalam sayembara yang digaungkan Ara. Hal itu karena sayembara cenderung menyinggung salah satu partai politik. “Logika policy yang lainnya adalah ada kecenderungan ke arah satu partai politik,” ucapnya menolak menyebut partai politik yang dimaksud. Oleh karenanya, alumni Universitas Persada Indonesia itu mempertanyakan mengapa Ara tidak dari dulu mengadakan sayembara terhadap buron Harun Masiku. “Adakah seorang Ara konsisten?

Kenapa gak dari dulu aja waktu dia di PDIP,” ucap Saut. “Anda memberantas korupsi itu tidak ada urusannya dengan dendam. Anda memberantas korupsi itu dengan tujuan kepastian hukum,” kata Saut menambahkan.

Saut Sitimorang bicara soal pemberantasan korupsi dengan Eddy Wijaya. (Dok Eddy Wijaya)
Saut Sitimorang bicara soal pemberantasan korupsi dengan Eddy Wijaya. (Dok Eddy Wijaya)

Prabowo Berikan Strong Message Terhadap Pemberantasan Korupsi

Kepada Eddy Wijaya, Thony Saut Situmorang menilai Presiden Prabowo Subianto memberikan kesan yang kuat terhadap pemberantasan korupsi di awal masa jabatannya. Hal itu terlihat dari pidato kenegaraan perdana Prabowo yang menyinggung soal pemberantasan korupsi di Gedung DPR/MPR 20 Oktober 2024. “Saya anggap itu strong message, pesan yang kuat untuk kita semua; bahwa keinginan presiden (dalam pemberantasan korupsi) ini cukup serius dari awal,” kata Saut.

Pria kelahiran Medan, Sumatera Utara 20 Februari 1954 itu menjelaskan, salah satu pidato yang paling berkesan saat Prabowo menyampaikan keinginannya menghilangkan korupsi di Indonesia. “Dia (Prabowo) pidato, kata pertama yang keluar dari beliau adalah menghilangkan korupsi, bukan menurunkan, loh. Spontan keluar dari dia. Jadi, itu sesuatu yang baik,” ujar Saut.

Komitmen Prabowo dalam pemberantasan korupsi, lanjut Saut, juga terlihat saat memperingati anak buahnya Rudy Susmanto untuk tidak korupsi. Rudy adalah mantan ajudan Prabowo yang memenangi Pilkada Kabupaten Bogor. “Itu perintah sebenarnya. Dalam dunia intelijen hal itu disebut element essential information. Jadi presiden batuk aja, lu harus tahu kenapa dia batuk? Apalagi kalau sudah sampai ngomong,” kata Saut.

Kendati demikian, Saut meminta Presiden Prabowo melakukan sejumlah terobosan bila berkomitmen memberantas korupsi. Salah satunya mengembalikan independensi KPK yang dikebiri lewat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. UU ini mengatur sejumlah pasal yang melemahkan KPK seperti penghentian penyidikan (SP3), status pegawai KPK menjadi PNS, serta penyadapan yang semakin rentan bocor karena izin berlapis dari Dewan Pengawas KPK. “Kalau memang presiden ingin pemberantasan korupsi berjalan baik, harus bikin Perpu (Peraturan Pengganti Undang-undang).

Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa.

Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”. (ADV)