JAKARTA - Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Yong-hyun mengundurkan diri dari jabatannya, saat dirinya terancam hukuman terkait dengan pengumuman darurat militer oleh Presiden Yoon Suk-yeol pada Hari Selasa malam.
Darurat militer yang diumumkan oleh Presiden Yoon mengguncang Negeri Ginseng. Berbicara kepada wartawan Hari Rabu, seorang pejabat kementerian mengonfirmasi Menteri Kim-lah yang meminta Presiden Yoon untuk mengeluarkan perintah darurat militer. Ini terjadi beberapa jam setelah anggota parlemen dengan suara bulat memilih untuk membatalkannya, dikutip dari The Korea Times 4 Desember.
Sekarang, Kim menghadapi pemakzulan serta tuntutan pidana pengkhianatan, pelanggaran yang dapat dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Oposisi utama Partai Demokrat Korea (DPK) mengatakan pihaknya berupaya memakzulkan Presiden Yoon, Menteri Kim, serta Menteri Dalam Negeri Lee Sang-min dari jabatannya atas rencana deklarasi darurat militer yang "tidak konstitusional dan melanggar hukum".
Tidak jelas apakah Lee juga diberi tahu sebelumnya. Partai tersebut juga akan mengajukan tuntutan pidana terhadap Kim, menuduhnya mendorong darurat militer tanpa dasar hukum yang memadai.
"DPK akan menghukum darurat militer yang tidak konstitusional dan ilegal dari pemerintahan Yoon," kata Jo Seoung-lae, juru bicara utama partai.
"Kami mendesak lembaga penegak hukum untuk segera meluncurkan penyelidikan atas kasus pengkhianatan yang kini diketahui seluruh negara dan membawa para pelakunya ke pengadilan," serunya.
Dengan Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa sebagian besar memiliki pandangan yang sama dengan DPK tentang apa yang harus dilakukan untuk menghukum Kim atas perannya, pemakzulan dan penyelidikan yang menargetkannya diperkirakan akan berlangsung cepat.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Rabu malam, Kim meminta maaf atas perannya dalam menyebabkan kekacauan sosial dan politik, mengumumkan pengunduran dirinya sebagai menteri pertahanan.
"Pertama-tama, sebagai menteri pertahanan, saya merasa sangat bertanggung jawab dan menyesal telah menimbulkan kekhawatiran dan kebingungan terkait darurat militer," katanya.
"Semua anggota angkatan bersenjata yang terlibat dalam penerapan darurat militer hanya melakukan tugas mereka atas arahan saya. Saya bertanggung jawab penuh atas hal itu," kata menteri yang baru tiga bulan menjabat itu.
Menariknya, saat sidang konfirmasinya di Majelis pada 2 September lalu Kim menepis segala kemungkinan adanya dekret darurat militer sebagai tanggapan terhadap anggota parlemen oposisi yang mendesaknya mengenai masalah tersebut.
BACA JUGA:
"Saya pikir pembicaraan tentang darurat militer sudah ketinggalan zaman," katanya.
"Jika itu diumumkan, siapa yang akan menerimanya? Apakah menurut Anda militer akan mematuhi perintah itu?" tanyanya ketika itu.
Diketahui, Konstitusi Korea Selatan menetapkan, seorang presiden dapat mengumumkan darurat militer sebagai respons terhadap "perang atau situasi darurat seperti perang" ketika cabang administratif dan yudikatif pemerintah tidak dapat berfungsi di tengah kekacauan.
Banyak pakar hukum, termasuk Cha Jin-ah, profesor hukum di Universitas Korea, dan Han In-sup dari Sekolah Hukum Universitas Nasional Seoul, mengatakan Presiden Yoon, Menteri Kim dan orang lain yang terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut telah menyalahgunakan wewenang mereka melampaui batas yang diizinkan Konstitusi.