Bagikan:

JAKARTA - Dana Anak-anak PBB (UNICEF) bingung dengan kelambanan pihak yang mampu menghentikan kekerasan di Lebanon, saat lebih dari 200 anak tewas di negara itu dalam kurun waktu kurang dari dua bulan.

Itu disampaikan oleh juru bicara UNICEF James Elder dalam jumpa pers di Palais des Nations, Jenewa Hari Selasa.

"Meskipun lebih dari 200 anak tewas di Lebanon dalam waktu kurang dari dua bulan, pola yang membingungkan telah muncul, kematian mereka disambut dengan kelambanan dari mereka yang mampu menghentikan kekerasan ini," katanya, dikutip dari situs UNICEF 19 November.

"Bagi anak-anak Lebanon, hal ini telah menjadi normalisasi kengerian yang senyap," lanjutnya.

Lebih jauh dijelaskan, dalam 10 hari terakhir banyak anak-anak yang tewas di Lebanon. Pada 10 November, tujuh anak tewas dari keluarga besar yang sama, saat seluruh anggota keluarganya yang berjumlah 27 orang tewas ketika mencari perlindungan di Gunung Lebanon setelah melarikan diri dari kekerasan di selatan.

Sehari kemudian, dua anak lagi tewas bersama ibu mereka. Sepuluh lainnya terluka. Pada Hari Selasa, 13 anak tewas dan 13 lainnya terluka.

Di Hari Rabu, empat anak tewas, lagi-lagi karena berusaha melarikan diri dari pertempuran di selatan. Sehari kemudian, tiga anak lainnya tewas.

Kemudian pada Hari Sabtu lalu, lima anak tewas, termasuk 3 dari keluarga yang sama. Dan pada Hari Minggu, dua gadis kembar berusia 4 tahun tewas.

"Memang, selama dua bulan terakhir, rata-rata lebih dari tiga anak tewas di Lebanon setiap harinya. Banyak sekali yang terluka dan trauma," lanjutnya.

"Kita harus berharap umat manusia tidak akan pernah lagi menyaksikan pembantaian anak-anak di Gaza, meskipun ada kesamaan yang mengerikan bagi anak-anak di Lebanon," sambungnya.

Dikatakan, kesamaan yang dilihatnya dari konflik di Gaza dan Lebanon yakni, ratusan ribu anak kehilangan tempat tinggal, serangan yang tidak proporsional dan sering menghantam infrastruktur terkait anak-anak, penutupan sekolah akibat serangan, dampak psikologi yang parah pada anak-anak dengan tanda gejolak emosional yang mengkhawatirkan semakin nyata.

"Dan, kesamaan yang paling mengkhawatirkan dengan Gaza, meningkatnya jumlah anak-anak yang tewas tidak menimbulkan tanggapan yang berarti dari mereka yang berpengaruh," katanya.

Ditambahkan, di Lebanon, sama seperti yang terjadi di Gaza, hal yang tidak dapat ditoleransi diam-diam berubah menjadi hal yang dapat diterima. Dan hal yang mengerikan berubah menjadi hal yang diharapkan.

Diketahui, Israel meningkatkan serangannya ke Lebanon untuk menyasar kelompok militan Hizbullah.

Israel dan Hizbullah saling serang lintas batas sejak 8 Oktober 2023, sehari setelah konflik di Gaza pecah, sebagai solidaritas untuk kelompok militan Hamas.

Akhir September lalu, Israel meningkatkan serangan ke Lebanon selatan dan target-target Hizbullah, sebelum kemudian melakukan serangan darat ke Lebanon pada 1 Oktober.