JAKARTA - Calon Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Denny Indrayana kecewa berat dengan Bawaslu Kalsel. Bawaslu Kalsel dianggap diam saat dugaan pelanggaran marak terjadi jelang pencoblosan ulang Pilgub Kalsel.
“Saya hari ini akhirnya memutuskan datang lagi ke Bawaslu karena melihat di lapangan kembali masif berbagai macam pelanggaran yang sifatnya sangat merusak. Modusnya bermacam-macam, satu bakul, walaupun ditulis tidak lagi Paman Birin, paman bakul itu upaya manipulatif,” kata Denny Indrayana usai melapor ke Bawaslu Kalsel, Sabtu, 10 April.
Ada juga temuan tim Denny Indrayana yang berpasangan dengan Difriadi Darjat 100 bakul di Martapura. Denny menyebut bakul-bakul bantuan ke warga sebagai politik uang.
“Kedua, modusnya memborong makanan. Politik uang ada juga uang diberikan 50 ribuan. Ketiga, pelibatan aparat penyelenggara negara sampai level desa. Saya mendengar mantan kadis inisial H mengumpulkan kadis di Jakarta, di sini juga dikumpulkan, itu pemanfaatan penyelenggaraan pemerintahan itu tidak boleh,” beber Denny Indrayana.
BACA JUGA:
Modus politik uang lainnya jelang pemungutan suara ulang Pilgub Kalsel yakni janji gaji kepala desa Rp5 juta per bulan. Tawaran gaji bulanan disebut Denny Indrayana juga menyebar untuk ketua RT.
“Arahnya untuk mencari suara pemilih. Ini money politics. Tadi malam saya dapat telepon dari ulama ada upaya untuk menyerahkan amplop ke ulama. Modus-modus semacam ini sangat marak termasuk dengan memberikan stiker di rumah rumah, tulisannya ayo ke TPS dan tulisan ayo ke TPS samaran dari upaya politik uang. Jadi tertulis angka 2 ada 2 orang pemilih di rumah, angka 3 ada 3 orang pemilih di rumah,” papar Denny Indrayana.
“Saya kecewa Bawaslu diam. Saya ke Bawaslu sekarang protes (Bawaslu menyebut) nggak ada laporan, laporan di lapangan jelas sekali. Bakul di mana-mana, ada dua metode kerja Bawaslu pasif menunggu laporan, aktif menemukan temuan di lapangan,” kata Denny Indrayana