Bagikan:

JAKARTA - Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi buka suara atas sanksi yang dikenakan oleh Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) usai pemeriksaan hasil survei elektabilitas pasangan calon di Pilgub Jakarta.

Buntut pemeriksaan data survei yang dianggap janggal oleh Persepi, Poltracking dikenakan sanksi tak boleh mempublikasikan hasil survei di kemudian hari tanpa persetujuan Dewan Etik.

Tak terima dikenakan sanksi, Masduri menyebut Poltracking akhirnya memutuskan untuk keluar dari keanggotaan Persepi.

"Kami merasa Poltracking diperlakukan tidak adil. Sejak hari ini kami telah memutuskan keluar dari keanggotaan Persepi. Kami keluar dari Persepi bukan karena melanggar etik. Tapi karena merasa sejak awal ada anggota Dewan Etik Persepi yang tendensius pada Poltracking Indonesia," kata Masduri dalam keterangannya, Selasa, 5 November.

Masduri menegaskan, sejak awal Poltracking menyerahkan 2000 data yang diolah pada survei Pilkada Jakarta. Sementara, Dewan etik merasa tidak bisa memverifikasi data Poltracking. Padahal, Masduri merasa pihaknya sudah menyerahkan seluruh data yang diminta dan memberikan penjelasan secara detail.

Ia berkata, Persepsi tidak menyampaikan permintaan secara spesifik mengenai lampiran raw data dari dashboard. Sehingga, Masduri tidak memahami apa yang dimaksudkan banyaknya perbedaan antara data awal dan data terakhir. Poltracking tidak mendapatkan penjelasan apapun tentang hal ini.

"Betapa naifnya, kalau Poltracking harus mempertaruhkan rekam jejak dan reputasinya selama 12 tahun hanya gara-gara satu survei Pilkada Jakarta. Kami merasa Poltracking diperlakukan tidak adil. Sejak hari ini kami telah memutuskan keluar dari keanggotaan Persepi. Kami keluar dari Persepi bukan karena melanggar etik," jelasnya.

Sebagai informasi, Dewan Etik Persepi telah memeriksa dua lembaga yang merilis hasil survei mengenai elektabilitas calon Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta dengan hasil berbeda pada waktu yang bersamaan.

Dalam survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan pada 10-17 Oktober, tercatat elektabilitas Pramono-Rano tercatat sebesar 41,6 persen, kemudian Ridwan Kamil-Suswono 37,4 persen, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana 6,6 persen.

Sementara itu, survei Poltracking Indonesia yang dilakukan pada 10-16 Oktober memaparkan elektabilitas RK-Suswono berada di angka 51,6 persen, diikuti Pramono-Rano 36,4 persen dan Dharma-Kun 3,9 persen.

Ketua Dewan Etik Persepi Asep Saefuddin menjelaskan, hasil pemeriksaan menyatakan LSI telah melakukan survei sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) survei opini publik.

"Pemeriksaan dan metode implementasinya (survei LSI) dapat dianalisis dengan baik," kata Asep dalam keterangannya, Senin, 4 November.

Sementara itu, Dewan Etik tidak bisa menilai apakah pelaksanaan survei Pilkada Jakarta yang dilakukan Poltracking sesuai dengan SOP survei opini publik. Sebab, tidak ada kepastian data mana yang harus dijadikan dasar penilaian. Pada pemeriksaannya, Poltracking tak bisa menunjukkan data asli 2.000 sampel. Sehingga, Dewan Etik memutuskan untuk memberi sanksi pada Poltracking.

"Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik, kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi," jelas Asep.