Bagikan:

JAKARTA - Calon Wakil Gubernur nomor urut 3 Rano Karno (Doel) mengaku prihatin atas keputusan Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) yang menjatuhkan sanksi kepada lembaga survei Poltracking Indonesia.

Sanksi ini dijatuhkan buntut adanya hasil survei berbeda antara Poltracking dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI). Persepsi tak bisa menilai kesahihan survei Poltracking yang menerbitkan data elektabilitas pasangan cagub-cawagub Jakarta Ridwan Kamil-Suswono unggul di atas 50 persen.

"Keputusannya ada sanksi, mungkin ada keputusan secara enggak langsung secara teknis seperti apa, saya merasa prihatin saja," kata Doel ditemui di Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa, 5 November.

Doel mengaku tak paham bagaimana teknis pengambilan dan analisis data survei Poltracking yang dianggap janggal oleh Persepi. Namun, mantan Gubernur Banten itu memahami bahwa sanksi tersebut merupakan konsekuensi yang harus diterima.

"Saya tidak pandai survei, tapi barangkali itu menjadi suatu konsekuensi. Kalau memang satu lembaga yang saya melihatnya prestisius ya, kok bisa terjadi seperti itu? Saya enggak paham. Artinya saya prihatin aja," ucap Doel.

Sebagai informasi, Dewan Etik Persepi telah memeriksa dua lembaga yang merilis hasil survei mengenai elektabilitas calon Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta dengan hasil berbeda pada waktu yang bersamaan.

Dalam survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan pada 10-17 Oktober, tercatat elektabilitas Pramono-Rano tercatat sebesar 41,6 persen, kemudian Ridwan Kamil-Suswono 37,4 persen, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana 6,6 persen.

Sementara itu, survei Poltracking Indonesia yang dilakukan pada 10-16 Oktober memaparkan elektabilitas RK-Suswono berada di angka 51,6 persen, diikuti Pramono-Rano 36,4 persen dan Dharma-Kun 3,9 persen.

Ketua Dewan Etik Persepi Asep Saefuddin menjelaskan, hasil pemeriksaan menyatakan LSI telah melakukan survei sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) survei opini publik.

"Pemeriksaan dan metode implementasinya (survei LSI) dapat dianalisis dengan baik," kata Asep dalam keterangannya, Senin, 4 November.

Sementara itu, Dewan Etik tidak bisa menilai apakah pelaksanaan survei Pilkada Jakarta yang dilakukan Poltracking sesuai dengan SOP survei opini publik. Sebab, tidak ada kepastian data mana yang harus dijadikan dasar penilaian.

Pada pemeriksaannya, Poltracking tak bisa menunjukkan data asli 2.000 sampel yang mereka ambil dari responden. Sehingga, Dewan Etik memutuskan untuk memberi sanksi pada Poltracking.

"Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik, kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi," jelas Asep.