JAKARTA - Kementerian Luar Negeri Israel secara resmi memberi tahu PBB, negara itu menarik diri dari perjanjian tahun 1967 yang mengakui badan pengungsi Palestina UNRWA, setelah Knesset meloloskan undang-undang untuk membatasi secara ketat operasi badan tersebut di Israel dan wilayah pendudukan.
Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Jacob Blitshtein mengirim surat kepada Presiden Majelis Umum PBB Philemon Yang dari Kamerun, memberitahukan "Israel akan terus bekerja sama dengan mitra internasional, termasuk badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya, untuk memastikan fasilitasi bantuan kemanusiaan bagi warga sipil di Gaza dengan cara yang tidak membahayakan keamanan Israel. Israel mengharapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk berkontribusi dan bekerja sama dalam upaya ini," melansir The Times of Israel 4 November.
Minggu lalu, Knesset meloloskan RUU yang melarang UNRWA beroperasi dari wilayah Israel dan melarang badan-badan pemerintah Israel bekerja sama dengan UNRWA. RUU tersebut akan berlaku dalam tiga bulan mendatang.
"UNRWA — organisasi yang stafnya berpartisipasi dalam pembantaian 7 Oktober dan banyak stafnya adalah anggota Hamas — adalah bagian dari masalah di Jalur Gaza dan bukan bagian dari solusi," kata Menteri Luar Negeri Israel Katz.
"PBB disodori bukti tak berujung tentang anggota Hamas yang bekerja di UNRWA dan tentang penggunaan fasilitas UNRWA untuk tujuan teror dan tidak ada tindakan apa pun terhadapnya," tambahnya.
Menlu Katz juga mencatat, saat ini hanya 13 persen bantuan ke Gaza yang disalurkan melalui UNRWA, berpendapat gagasan tidak ada alternatif selain UNRWA adalah fiksi.
Undang-undang baru Israel membuat PBB dan beberapa sekutu Barat Israel khawatir akan semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan di Gaza, tempat Israel telah memerangi militan Hamas selama setahun.
Mengutip The Jerusalem Post, rancangan undang-undang tersebut mendapatkan dukungan suara 92-10, di mana partai oposisi seperti National Unity, Yisrael Beytenu dan Yesh Atid memberikan dukungan, sementara Partai Demokrat memilih abstain.
Parlemen Israel juga mengesahkan adendum untuk undang-undang baru tersebut yang menyatakan, otoritas Israel tidak dapat lagi berhubungan dengan UNRWA, tetapi pengecualian terhadap hal itu dapat dibuat di masa mendatang.
Diketahui, UNRWA, Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina, mempekerjakan puluhan ribu pekerja dan menyediakan pendidikan, kesehatan, dan bantuan bagi jutaan warga Palestina di Gaza, Tepi Barat, Yordania, Lebanon dan Suriah, dikutip dari Reuters.
Hubungan dengan Israel telah lama tegang, tetapi hubungan telah memburuk tajam sejak dimulainya perang di Gaza dan Israel telah berulang kali menyerukan agar UNRWA dibubarkan, dan tanggung jawabnya dialihkan ke badan-badan PBB lainnya.
Agustus lalu PBB mengatakan, sembilan staf UNRWA mungkin terlibat dalam serangan 7 Oktober dan telah dipecat.
Sementara itu, seorang komandan Hamas di Lebanon - yang tewas bulan lalu dalam serangan Israel - ditemukan memiliki pekerjaan di UNRWA. Komandan lain yang tewas di Gaza minggu lalu juga bekerja sebagai pekerja bantuan PBB. UNRWA telah mengonfirmasi bahwa kedua pria itu adalah karyawan.
"Jika PBB tidak bersedia membersihkan organisasi ini dari terorisme, dari aktivis Hamas, maka kita harus mengambil tindakan untuk memastikan bahwa mereka tidak dapat menyakiti rakyat kita lagi," kata anggota parlemen Israel Sharren Haskel.
"Masyarakat internasional dapat bertanggung jawab dan memastikan bahwa mereka menggunakan organisasi yang tepat untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan, seperti Organisasi Pangan Dunia, seperti UNICEF, dan banyak lainnya yang bekerja di seluruh dunia," lanjut Haskel.
BACA JUGA:
Israel sendiri telah menghadapi tekanan internasional yang besar untuk berbuat lebih banyak guna meringankan krisis kemanusiaan di Gaza, memberi akses lebih banyak bagi bantuan untuk orang-orang yang mengungsi akibat operasi Israel.
Sebelum undang-undang tersebut disahkan, menteri luar negeri dari Prancis, Jerman, Inggris, Jepang dan Korea Selatan, Kanada dan Australia mengeluarkan pernyataan yang menyatakan "kekhawatiran yang mendalam."
"Sangat penting bahwa UNRWA dan organisasi serta badan PBB lainnya mampu sepenuhnya memberikan bantuan kemanusiaan dan bantuan mereka kepada mereka yang paling membutuhkannya, memenuhi mandat mereka secara efektif," kata pernyataan itu.