JAKARTA - Dugaan kebocoran informasi rahasia dari Kantor Perdana Menteri (PMO), menunjukkan Benjamin Netanyahu tidak telalu kompeten untuk memimpin Israel selama masa perang atau "terlibat dalam salah satu pelanggaran keamanan paling serius" yang tercatat.
Itu dikatakan Pemimpin Oposisi Yair Lapid dalam konferensi pers bersama dengan ketua Persatuan Nasional Benny Gantz di Tel Aviv, tak lama setelah Pengadilan Magistrat Rishon Letzion mencabut perintah penyekapan atas penunjukan Eli Feldstein, tersangka utama dalam kasus tersebut.
"Pembelaan Netanyahu menunjukkan dia tidak memiliki pengaruh atau kendali atas sistem yang dipimpinnya. Jika itu benar, dia tidak memenuhi syarat. Dia tidak memenuhi syarat untuk memimpin Negara Israel dalam perang tersulit dalam sejarahnya," kata Lapid, melansir The Times of Israel 4 November.
"Kasus ini muncul dari Kantor Perdana Menteri, dan penyelidikan harus memeriksa apakah itu bukan atas perintah perdana menteri," sambungnya.
"Jika Netanyahu tahu, dia terlibat dalam salah satu pelanggaran keamanan paling serius dalam hukum," kata Lapid.
Dan "jika dia tidak tahu bahwa para pembantu dekatnya mencuri dokumen, mengoperasikan mata-mata di dalam IDF, memalsukan dokumen, mengungkap sumber intelijen, dan memberikan dokumen rahasia ke surat kabar asing untuk menghentikan transaksi penyanderaan, apa yang dia tahu?" tandasnya.
Penyidik Israel sedang memeriksa empat masalah terpisah dalam kasus ini: kebocoran dokumen rahasia; mengizinkan penasihat tanpa izin keamanan untuk mengakses rapat dan kantor yang seharusnya terlarang baginya; kelalaian dalam penanganan dokumen rahasia; dan menggunakan dokumen untuk memengaruhi opini publik tentang transaksi penyanderaan.
"Dia tidak tahu orang yang dia bawa sebagai bagian dari rombongan terdekatnya ke bunker di Kirya, ke ruang kabinet, untuk diskusi paling rahasia, belum menerima izin keamanan dari Shin Bet?" tanya Lapid tidak percaya.
Perdana menteri sebelumnya telah menyatakan, ia tidak mengetahui masalah mengenai kepadatan di Gunung Meron atau apa pun tentang tuduhan pelanggaran seputar pembelian kapal selam untuk Angkatan Laut Israel, imbuh Lapid, merujuk pada dua skandal sebelumnya.
"Sekarang ia mengklaim bahwa ia tidak tahu apa yang dilakukan kantornya sementara Israel berada di tengah-tengah perang eksistensial," tambahnya.
Sedangkan Gantz, mantan anggota kabinet perang Netanyahu mengatakan kepada wartawan sebelum partainya meninggalkan pemerintahan, "Saya mengatakan pertimbangan politik telah menembus tempat suci keamanan Israel" dan sekarang "kita telah mencapai tahap pembuktian."
"Bertentangan dengan kesan yang mereka coba ciptakan di Kantor Perdana Menteri, ini bukan (kasus tentang) kecurigaan kebocoran tetapi tentang mencari untung dari rahasia negara untuk tujuan politik," katanya.
BACA JUGA:
"Jika informasi keamanan yang sensitif dicuri, dan menjadi alat dalam kampanye bertahan hidup politik, ini bukan hanya pelanggaran pidana, tetapi juga kejahatan nasional," lanjutnya.
"Hal ini tidak boleh dijadikan bahan diskusi tentang dampak informasi yang bocor atau siapa yang paling banyak membocorkan. Pencurian informasi intelijen rahasia oleh pejabat di Kantor Perdana Menteri adalah garis hitam, titik," urai Gantz.
"Kami telah melihat kebocoran tentang negosiasi sensitif mengenai masalah penyanderaan pada saat-saat krusial," kata Gantz, menambahkan skandal saat ini "mengingatkan kita akan kebutuhan mendesak untuk membentuk komisi penyelidikan negara" atas peristiwa seputar invasi dan pembantaian Hamas pada 7 Oktober 2023.