JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menolak nota keberatan atau eksepsi dari Muhammad Hanif Alatas dan tim pengacaranya dalam perkara hasil swab RS UMMI Bogor. Perkara ini dilanjutkan ke tahap selanjutnya dengan pemeriksaan saksi.
"Mengadili, menolak keberatan atau eksepsi terdakwa dan kuasa hukum terdakwa untuk seluruhnya," ujar hakim ketua Khadwanto dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu, 7 April.
Majelis hakim dalam putusan sela menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Timur berwenang untuk mengadili perkara dengan nomor 224/pid.sus/2021/Pn.Jaktim atas nama terdakwa Muhammad Hanif Alatas bin Abdurahman Alatas.
Selain itu, surat dakwaan yang dibuat jaksa penuntut umum (JPU) dinilai sudah lengkap dan sesuai aturan. Karenanya dakwaan menantu Rizieq Shihab itu bisa dipergunakan untuk menjadi bahan pemeriksaan perkara.
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum nomor registrasi pdn-015/Jkt.Tim/EKU/03/2021 tanggal 4 Maret 2021 atas nama Muhammad Hanif Alatas telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap," kata Khadwanto.
"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 224/pid.sus/2021/Pn.Jaktim atas nama terdakwa Muhammad Hanif Alatas," sambung Khadwanto.
BACA JUGA:
Muhammad Hanif Alatas didakwa menyebarkan informasi bohong alias hoaks soal kondisi kesehatan Rizieq Shihab. Hanif Alatas menyebut mertuanya, Rizieq Shihab sehat padahal terkonfirmasi COVID-19 saat menjalani perawaratan di RS UMMI, Bogor, Jawa Barat.
"Melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan menyiarakan berita atau pemberitaan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat," ujar jaksa membacakan dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat, 19 Maret.
Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut penyebaran hoaks ini berawal pada 23 November 2020. Terdakwa Hanif Alatas saat itu menghubungi dr Hadiki untuk mengabarkan kondisi Rizieq Shihab yang mengalami keluhan kesehatan.
Kemudian, dr Hadiki meminta izin untuk memeriksa kesehatan Rizieq Shihab. Terdakwa Hanif Alatas pun mengizinkannya.
Setelah diperiksa, Rizieq pun dinyatakan positif COVID-19. Tak hanya itu, istri Rizieq, Fadlun binti Fadil pun dinyatakan terpapar.
Setelahnya Rizieq dan istrinya dirawat di RS UMMI, Bogor pada 24 November 2020. Keduanya pun menjalani perawatan di kamar President Suite lantai 5 kamar nomor 502.
Kabar Rizieq yang menjalani perawatan pun tersebar. Dirut RS UMMI dr Andi Tatat lantas memberikan pernyataan perihal kondisi Rizieq Shihab yang sehat pada 26 November.
Terdakwa Hanif Alatas mengirimkan video yang berisi informasi kesehatan Rizieq Shihab yang baik-baik saja kepada Zulfikar melalui aplikasi pesan singkat Whatsapp. Video itu diunggah oleh channel Youtube RS UMMI Official pada 29 November.
Bahkan, dua hari sebelumya Kompas TV menggunggah video yang memperlihatkan Hanif Alatas menyebut Rizieq Shihab dalam kondisi sehat. Selain itu, video tersebut juga memperlihatkan Rizieq tetap menerika tamu dan makan bersama di kamar rumah sakit.
"Padahal pernyataan yang ada di video itu tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan swab antigen oleh dr. Hadiki Habib terhadap Rizieq Shihab dan istrinya yang dinyatakan COVID-19, dikuatkan dengan hasil pemeriksaan dr. Nerina Mayakartifa sebagaimana rekam medis RS UMMI nomor 022678 atas nama Moh. Rizieq dengan diagnosa Pneumonia COVID-19," kata jaksa.
Dengan adanya video itu, jaksa menyebut terjadi keonaran. Sebab, Forum Masyarakat Padjajaran Bersatu (FMPB) menggelar aksi unjuk rasa pada 30 November. Aksi itu karena mereka meyakini Rizieq Shihab masih positif COVID-19 tapi sudah keluar dari rumah sakit.
"Dengan adanya tayangan video yang bertentangan dengan kenyataan tersebut menimbulkan keonaran di kalangan rakyat dan menyebabkan kegaduhan baik yang pro maupun yang kontra," kata jaksa.
Muhammad Hanif Alatas didakwa dengan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 14 ayat (1), ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan/atau Pasal 216 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.