Bagikan:

JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang lanjutan kasus dugaan sumpah palsu dengan terdakwa Ike Farida, Senin 21 Oktober.

Sidang hari ini beragendakan pembacaan putusan sela oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan. Dalam putusan sela yang dibacakan, Majelis Hakim menolak nota keberatan atau eksepsi dari pihak terdakwa.

Dengan demikian, persidangan selanjutnya bakal dilanjutkan ke pokok perkara atau pembuktian dengan memeriksa saksi-saksi dari pihak terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Diwawancarai seusai sidang, terdakwa Ike Farida mengaku mengaku kecewa dengan putusan sela Majelis Hakim. Ia menyebut Hakim tidak teliti dalam membaca eksepsinya.

"Sangat menyayangkan, Hakimnya menurut saya tidak teliti dan mungkin masuk angin ya. Mohon maaf. Karena tim penasihat hukum sudah begitu baik menyampaikan semua kesalahan-kesalahan dan pelanggaran-pelanggaran yang ada di dalam KUHAP," ujar Ike kepada wartawan.

Kuasa hukum Ike, Agustrias Andika, menuturkan bahwa Majelis Hakim tidak menanggapi semua eksepsi yang diajukan.

"Kelihatan Majelis Hakim tidak menanggapi semua eksepsi yang kami ajukan khususnya terkait syarat formil Pasal 242. Pasal 242 adalah pasal khusus yang berada di bab 5, di mana untuk dipenuhinya penerapan Pasal 242 KUHP oleh penyidik maupun Jaksa, yaitu harus diberikan peringatan," kata Agustrias.

"Di mana dalam putusan sela, hakim tidak berani mengajukan itu. Dan apa yang kami sampaikan dalam eksepsi, kami ajukan, tapi tidak ditanggapi dalam pertimbangan," imbuh dia.

Terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno Adi Darmawansyah memberikan pendapat atas penerapan Pasal 242 KUHP tentang sumpah palsu dan keterangan palsu.

"Seseorang yang didakwa sumpah palsu haruslah memenuhi unsur-unsur objektif yaitu ada keterangan di atas sumpah. Keterangan itu diwajibkan Undang-Undang, dan keterangan itu tidak benar atau palsu dan kepalsuan itu diketahui oleh pemberi keterangan, dilakukan secara lisan atau tulisan, serta memenuhi unsur subjektif kesalahan itu dilakukan dengan sengaja oleh pribadi atau oleh kuasanya," ujar Adi.

Adi pun menjelaskan kaitannya dengan Pasal 55 KUHP, di mana orang yang diduga menyuruh memberikan sumpah palsu dapat dijerat tindak pidana.

"Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan ke-2 KUHP yaitu mereka yang melakukan perbuatan, mereka yang menyuruh melakukan, mereka yang turut serta melakukan dan yang menganjurkan," kata dia.

Adapun kasus ini bermula ketika Ike Farida menggugat PT Elite Prima Hutama terkait pembelian unit apartemen.

Namun, gugatan itu ditolak mulai dari PN Jakarta Selatan, banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, hingga kasasi.

Gugatan Ike Farida baru dikabulkan saat menghadirkan bukti baru atau novum untuk Peninjauan Kembali (PK).

Hanya saja, novum tersebut diduga sudah digunakan pada sidang-sidang sebelumnya hingga membuat Ike dilaporkan atas dugaan memberikan sumpah palsu. Kasus itu membuat Ike ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman tujuh tahun penjara.