Bagikan:

JAKARTA - Seorang perempuan bernama Ike Farida mungkin tak menyangka langkahnya membeli sebuah unit apartemen ternyata berujung tragis. Sebuah unit Apartemen Casa Grande Residence di bilangan Kasablanka, Jakarta Selatan yang dibeli tahun 2012 pun telah dilunasi, namun pihak pengembang tak memberikan haknya. Malah melaporkannya ke polisi dengan tuduhan sumpah palsu.

PT Elite Prima Hutama, pengembang apartemen, menggugat Ike Farida dengan tuduhan melakukan sumpah palsu. Dari laporan ini, ia justru menjadi terdakwa dalam kasus dugaan sumpah palsu di PN Jakarta Selatan. Perkara ini disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin, 7 Oktober 2024.

Untuk perkara ini, terdakwa Ike Farida didampingi kuasa hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak, dan tim. Dalam nota keberatan atau eksepsinya, pihak Ike Farida membantah dakwaan Jaksa.

Kamaruddin Simanjuntak mengatakan, novum yang diajukan saat PK memang sudah digunakan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Hanya saja, Kamaruddin menyebut novum itu diajukan oleh kuasa hukum Ike terdahulu, sebelum dia memegang perkara ini.

“Sudah digunakan saat di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Tapi yang mengajukan adalah kuasa (terdahulu). Kuasa hukumnya magister hukum. Itu adalah kesalahan dari magister hukumnya. Magister hukum ini sudah kami ajukan di Peradi, dan kemudian dia akan disanksi dengan kode etik,” ujar Kamaruddin.

Seperti diketahui, pada sidang sebelumnya Senin (23/9/2024), Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya menyatakan bahwa terdakwa telah secara sadar mengetahui bahwa Novum berupa Surat BPN Jakarta tanggal 27 November 2015 telah digunakan pada tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 2015, namun terdakwa tetap memasukkan surat BPN tersebut sebagai novum dalam permohonan Peninjauan Kembali. Sebelum permohonan dimasukkan, terdakwa telah lebih dahulu membaca dan menyetujui dengan memberi paraf, kemudian kuasa hukumnya mengajukan sebagai novum.

Aksi Demo

Sebelum sidang digelar pada petang hari, ada aksi demo dari elemen masyarakat yang mengatasnamakan Aliansi Pemuda Peduli Hukum (APPIH). Mereka berorasi di depan PN Jakarta Selatan.

Aksi unjuk rasa di depan PN Jaksel jelang sidang. (IST)
Aksi unjuk rasa di depan PN Jaksel jelang sidang. (IST)

Massa meminta Majelis Hakim yang menangani perkara ini untuk memimpin sidang secara profesional dan tidak berpihak. “Kami di sini dari Aliansi Pemuda Peduli Hukum ingin mengawal perkara ini sampai tuntas. Kami berharap agar Majelis Hakim berpihak kepada kebenaran dan tidak terpengaruh oleh tekanan dan opini yang dikembangkan terdakwa dan kuasanya,” kata Hasrullah, koordinator aksi di lokasi.

Hasrullah mengklaim pihaknya sudah mengawal kasus ini sejak awal. Menurut dia, terdakwa memang diduga nyata-nyata memberikan sumpah palsu dengan menyuruh kuasanya terkait dengan bukti baru atau novum saat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).

“Menurut kami, saat kami menelusuri perkara ini, ternyata bukti yang diberikan di PK sudah dipakai di tingkat banding dan kasasi, di mana dia melanggar sumpahnya sendiri,” ujar Hasrullah.

Di sisi lain, sejumlah pendukung Ike Farida juga hadir di PN Jakarta Selatan. Mereka mengenakan kaos berwarna merah bertuliskan “Keadilan Untuk Ike Farida”.

Kronologi Perkara

Perkara ini berawal dari tahun 2012 ketika Ike Farida membeli satu unit apartemen Casa Grande Residence dari PT Elite Prima Hutama. Meski sudah dilunasi senilai Rp3 miliar, namun pengembang tak juga memberikan surat-menyurat (PPJB dan AJB apartemen).

Alasan pihak pengembang tidak mengeluarkan PPJB dan AJB apartemen karena Ike Farida bersuamikan warga negara asing. Hukum yang berlaku mengharuskan adanya perjanjian perkawinan pisah harta bagi WNI yang menikah dengan WNA, dalam hal ini suami terdakwa adalah warga negara Jepang. Ketika pembelian apartemen ke pengembang di tahun 2012, perjanjian tersebut tidak ada.

Ike kemudian menggugat PT Elite Prima Hutama dengan dugaan wanprestasi. Di pengadilan tingkat pertama (pengadilan negeri), ia kalah, juga di pengadilan tinggi. Baru di Peninjauan Kembali (PK), Ike menang.

Namun dari sinilah pihak pengembang menemukan cela. Mereka menilai Ike diduga melakukan sumpah palsu. Kuasa hukum Ike mengajukan novum tersebut yang diduga sudah digunakan pada sidang-sidang sebelumnya (PN dan PT). Atas perbuatan itulah Ike dilaporkan atas dugaan memberikan sumpah palsu.

Kasus itu membuat Ike ditetapkan sebagai tersangka dan sekarang menjadi terdakwa yang terancam hukuman tujuh tahun penjara.

Selain menjalani proses peradilan di PN Jakarta Selatan, Ike juga mengadukan perkaranya kepada Ombudsman RI, Kompolnas, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Indonesian Police Watch, DPR RI, bahkan Kemenkumham RI dan Presiden RI.