Bagikan:

JAKARTA - Sekjen Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg mengatakan, retorika nuklir Presiden Rusia Vladimir Putin tidak boleh membuat anggota aliansi itu berhenti memberikan bantuan militer untuk Ukraina.

"Apa yang telah kita lihat adalah pola retorika dan pesan nuklir Rusia yang sembrono, dan ini sesuai dengan pola itu," kata Stoltenberg, yang akan menyerahkan kepemimpinan NATO kepada mantan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte hari ini, melansir Reuters 30 September.

"Setiap kali kami meningkatkan dukungan dengan jenis senjata baru, tank tempur, rudal jarak jauh atau F-16, Rusia telah mencoba mencegah kami," kata Stoltenberg kepada Reuters di markas NATO di pinggiran Brussels.

"Mereka tidak berhasil dan contoh terbaru ini seharusnya tidak menghalangi sekutu NATO untuk mendukung Ukraina," lanjutnya.

Stoltenberg bereaksi terhadap pernyataan dari Presiden Putin minggu lalu yang menyebutkan Rusia dapat menggunakan senjata nuklir jika diserang dengan rudal konvensional, serta Moskow akan menganggap setiap serangan terhadapnya yang didukung oleh kekuatan nuklir sebagai serangan bersama.

Peringatan itudatang saat Amerika Serikat dan sekutunya berunding mengenai apakah akan membiarkan Ukraina menembakkan rudal konvensional Barat jauh ke dalam Rusia. Kyiv mengatakan ingin izin untuk menyerang target yang merupakan bagian dari upaya perang Rusia.

Lebih jauh Setoltenberg mengatakan, NATO tidak mendeteksi adanya perubahan dalam postur nuklir Rusia "yang memerlukan perubahan dari pihak kami".

Mantan Perdana Menteri Norwegia itu menekankan, risiko terbesar bagi NATO adalah jika Putin menang di Ukraina.

"Maka pesannya adalah bahwa ketika ia menggunakan kekuatan militer, tetapi juga ketika ia mengancam sekutu NATO, maka ia mendapatkan apa yang diinginkannya dan itu akan membuat kita semua lebih rentan," katanya.

"Dalam perang, tidak ada pilihan yang bebas risiko," tandasnya.

Pemerintah AS sejauh ini enggan memberikan izin kepada Ukraina untuk menyerang jauh di dalam Rusia dengan senjata seperti rudal ATACMS jarak jauh, karena kekhawatiran akan meningkatnya ketegangan dengan Moskow dan potensi pembalasan.

Beberapa pejabat Barat juga mempertanyakan seberapa efektif serangan semacam itu dalam mengubah keseimbangan perang.

Stoltenberg mengatakan, tidak ada "peluru ajaib" yang akan mengubah segalanya di medan perang. Namun, serangan mendalam di dalam Rusia dapat membuat perbedaan sebagai bagian dari upaya Barat yang lebih luas untuk membantu Ukraina mengusir invasi Rusia, katanya.

Stoltenberg juga mengatakan, setiap negosiasi untuk mengakhiri perang harus mencakup jaminan keamanan bagi Ukraina dari kekuatan Barat, terutama Amerika Serikat.

Jika tidak, katanya, Rusia tidak akan menghormati garis apa pun yang digambar di peta yang tidak dimaksudkan untuk dilampauinya.

"Ketika suatu garis disepakati, baik itu perbatasan yang diakui secara internasional atau garis gencatan senjata lainnya, kita harus benar-benar yakin bahwa perang berakhir di sana," katanya.

"Sejauh ini kita telah melihat Rusia menyerang, menunggu, lalu menyerang lagi," katanya, mengutip kesepakatan sebelumnya yang dimaksudkan untuk mengakhiri konflik antara Rusia dan Ukraina yang dimulai pada tahun 2014.

"Saya tidak berpikir kita dapat mengubah pikiran Presiden Putin (tentang Ukraina), tetapi saya pikir kita dapat mengubah perhitungannya dengan menunjukkan bahwa biaya untuk melanjutkan perang sangat tinggi sehingga lebih baik baginya untuk duduk dan menerima Ukraina sebagai negara merdeka yang berdaulat," pungkasnya.