Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menilai penggerebekan dan penangkapan terduga teroris di sejumlah daerah menjadi bukti instruksi Mabes Polri dijalankan serius oleh jajaran Polri dalam menyikapi isu, sebaran teror dan rencana aksi.

Selama periode 2021, sejak Januari sampai Maret Densus 88 Anti Teror Mabes Polri telah menangkap sebanyak 94 tersangka teroris. Terduga teroris itu berasal dari wilayah di Tanah Air, yakni Makassar, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jakarta, Bekasi, Jawa Barat dan Tengerang, Banten. Belum lagi, 22 orang ditangkap di wilayah Jawa Timur selama periode Februari-Maret 2021. 

"Jika kita lihat dari data sebarannya, terjadi pemerataan. Bahkan jika kita sinkronisasi dengan peristiwa Gereja Katedral, ini selaras dengan hasil operasi di Makassar pada Januari 2021. Total ada 20 orang terduga teroris yang diamankan," ujar Azis Syamsuddin, Rabu, 31 Maret.

"Jika kita kembali kebelakang aksi bom bunuh diri sepasang suami-isteri di Kota Makassar, Sulsel pada Minggu, 28 Maret itu, sebenarnya sudah bisa diantisipasi," kritik Azis.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan, peristiwa nekad yang terjadi di Makassar menggambarkan masih ada kelompok-kelompok kecil tertentu di masyarakat yang anti-Pancasila serta intoleran dan selalu menyusun agenda melakukan tindakan radikal serta teror.

"Paham radikalisme seperti gunung berapi dimana tidak ada yang mengetahui pasti kapan gunung itu akan meletus, kecuali mereka-mereka yang merancang kejahatan itu sendiri," jelas Azis.

Selain itu, menurut Azis, dugaan kuat anggota Jamaah Ansor Daullah (JAD) menyebar di berbagai daerah merupakan catatan tebal yang harus diantisipasi Polri dan TNI. Terlebih ada afiliasi dengan ISIS. 

"Jika kita mencermati hasil tangkapan Densus 88 pada beberapa lokasi. Maka penanganan permasalahan pengawasan bukan saja dilakukan aparat, tapi oleh seluruh elemen masyarakat di lingkungan tempat tinggal masing-masing," jelasnya.

Dikatakan Azis, JAD akan terus bergerilya menyebarkan paham radikal seperti bunglon. Serta melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya.

"Kita harus akui jika radikalisme merupakan fakta yang tidak bisa dihindarkan. Mereka yang terpapar paham radikalisme disebabkan karena pemahaman agama yang sempit ditambah paham bertolak belakang dengan Pancasila sebagai ideologāÆi dan dasar negara Indonesia," ungkap Azis.

Karena itu, tambah, Azis, tugas semua pihak yakni berupaya mendekati mereka dengan memberikan pemahaman bahwa saat ini mereka hidup di dalam negara Republik Indonesia.

"Mereka yang sudah terjerumus jangan dijauhi, justru harus didekati dan dirangkul sehingga kembali pulang. Kembali ke jalan yang benar," pungkas mantan Ketua Komisi III itu.