Bagikan:

JAKARTA - Universitas Diponegoro sedang menghadapi framing yang datangnya dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan/Dirjen Yankes Kemenkes, dan netizen karena wafatnya mahasiswi PPDS FK Undip, dr. Risma Aulia Lestari (30). Rektor Prof. Dr. Suharnomo, S.E., M.Si. menjelaskan Undip sejatinya berada pada posisi yang tidak sedang membela diri.

Justru sebaliknya, Prof. Dr. Suharnomo sangat terbuka untuk menguak apa yang sebenarnya terjadi, agar duduk persoalan atas wafatnya mahasiswi PPDS FK Undip menjadi terang benderang.

"Mahasiswa PPDS atau residen yang berada di RS Kariadi memang mengalami kelelahan yang teramat sangat, atau exhausted. Tapi kebijakan operasi 24 jam sehari di RS Kariadi ditandatangani oleh Direktur  RS Kariadi, bukan oleh Undip," katanya acara Workshop Tata Kelola Perguruan Tinggi untuk Pengurus Yayasan dan Dosen di Auditorium USM di Pedurungan, Semarang, Jumat, 30 Agustus.

Bahkan sejak hari pertama peristiwa wafatnya dr. Risma Aulia Lestari (30) diketahui, pihak Undip langsung bergerak cepat melibatkan penegak hukum, dalam hal ini pihak Kepolisan untuk mengungkap kasus ini. Tapi ada pihak lain yang langsung menyimpulkan dan melempar tuduhan tak berdasar kepada FK Undip sebagai kambing hitamnya.

"Di hari pertama (setelah wafatnya peserta PPDS Undip di RS Kariadi) dari Yankes (Dirjen Yankes) bilang, tuduhan bullying yang mengakibatkan kematian. Dari Yankes yang nuduh, padahal (wilayah) itu harusnya dari Kepolisian. Ya dia (Dirjen Yankes) nuduh aja. Padahal ini kayak suami-istri. 100 persen mahasiswa (FK Undip) co-assnya (program profesi yang harus lakukan oleh mahasiswa jurusan kedokteran untuk mendapatkan gelar dokter yang dilaksanakan di rumah sakit dalam kurun waktu 1,5 tahun hingga 2 tahun) di RS Kariadi. Yang di RSND Diponegoro ngga ada yang masalah. Di semua RS satuan itu ngga ada yang masalah. Di situ (RS Kariadi) ada (masalah), karena apa? Karena 24 jam ada operasi (di RS Kariadi). Ada SK Direktur (RS Kariadi), itu bukan Undip. Karena 95 persen lebih ada di RS Kariadi, kita (Undip) lima persen ngga ada. Mereka operasi sangat kelelahan, exhausted," jelas Rektor.

Prof. Dr. Suharnomo menjelaskan, dalam kenyataan di lapangan, sebuah operasi bisa berjalan panjang, karena kondisi lapangan menghendaki demikian. Turunannya jam kerja dokter spesialis dan residen ikut bertambah dengan sendirinya.

"Seperti operasi yang harusnya satu jam, kadang kala karena bleeding, jadi enam jam. Biasa terjadi, dan operasi (harus) lagi. Dan itu ada SK Dirut RS Kariadi, 24 jam operasi,  jadi yang namanya residen itu capeknya luar biasa. Tapi judulnya perundungan, (tapi) kita yang kenak PPDS Undip. Setelah itu di laman Undip isinya itu semua, selesaiin dong, jangan disembunyiin. Kita bingung yang disembunyiin apanya?," kata Rektor dikutip ari keterangan media, Sabtu, 31 Agustus.

Rektor menambahkan, dirinya bingung, karena selama ini tidak pernah menyembunyikan apapun kepada publik, apalagi kepada aparat penegak hukum.

Dia lalu mengajukan data, tahun 2022 satu orang peserta didik PPDS dipecat karena terbukti melakukan perundungan, dan tahun 2023 ada dua orang yang dipecat.

"Kita emang ingin zero bullying. Tapi kita juga ngga ingin kalau (ada) orang meninggal bukan karena bullying harus bullying, lha itu lho yang merepotkan kita. Harus bullying, lha gimana. Orang hari kedua (setelah kejadian ditemukannya mahasiswi PPDS wafat) dari Kemenkes, dari Kemenristek dan Kepolisan sudah datang dan kita open. Ambil aja residennya, silakan tanya, dan kita ngga defensif," katanya lebih lanjut.

Namun sayangnya, semua pernyataan dari pihak Undip, menurut Prof. Dr. Suharnomo, selalu dianggap sebagai pembelaan diri, meski yang terjadi sebenarnya adalah sebaliknya, Undip justru ingin terbuka atas kejadian ini. Karena itu, Undip berpikir ada agenda tersembunyi dibalik framing yang menempatkan Undip harus di posisi salah.

"Tapi problemnya netizen sudah framing harus bullying. Kita mau ngomong apa aja tetap bullying. Serahkan orangnya. Yang mau diserahkan siapa. Silakan Kepolisian yang memutuskan itu karena bullying atau tidak. Itulah problemnya temen-temen. Memang banyak agenda. Ada agenda hospital based education, yang ditentang kampus-kampus, dan sebagainya," pungkas Rektor.