JAKARTA - Pemerintah saat ini masih ragu-ragu untuk mengelurkan sikap resmi melarang masyarakat untuk mudik saat menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran 2020. Hal ini karena, semua stakeholder masih terus berdiskusi dengan semua pihak terkait pelarangan ini.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi mengatakan, keputusan pelarangan mudik masih ditentukan oleh rapat terbatas Presiden bersama para menteri.
Meskipun begitu, Budi menegaskan, jajaran eselon I Kementerian Perhubungan sepakat untuk melarang kegiatan besar setahun sekali ini.
"Ada tahapan. Sampai saat ini kami melakukan (imbauan) pelarangan dulu pada masyarakat. Karena masih di pembahasan eselon I yang difasilitasi oleh Menko Maritim. Namun demikian ada pembahasan diskusi yang mengatakan bahwa ini harus dilarang," tutur Budi, melalui video conference di Jakarta, Jumat, 27 Maret.
Budi berujar, jika kesepakatan dalam ratas mudik 2020 dilarang karena pandemi COVID-19, maka pihaknya bersama Korps Lalu Lintas Polri bakal menyiapkan skema dengan menutup titik-titik keluar para pemudik.
"Harus itu, untuk penyekatan-penyekatan para pemudik di Jabodetabek di mana mereka ditutup atau disekat oleh petugas kita baik TNI-POLRI atau Kemenhub, yaitu yang menggunakan jalan tol, jalan nasional atau jalan arteri. Kalau mereka sudah terlanjur, mereka akan kami kembalikan," tuturnya.
BACA JUGA:
Namun, Budi mengaku, belum mengetahui waktu pelarangan mudik yang tepat. Meski begitu, pelarangan mudik ini bertujuan untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 meluas ke daerah-daerah lain di Indonesia.
"Kemudian kalau nanti ada pelarangan, kami sudah menyiapkan juga skemanya kapan ini akan dilarang. Kemarin memang ada berbagai wacana. Tanggalnya kapan apakah H-7 atau bagaimana," jelasnya.
Pemerintah Harus Tegas
Pakar transportasi dari Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Muslich Zainal Asikin mengatakan, pemerintah sudah harus mengambil keputusan mengenai larangan mudik 2020 ini. Hal itu menurutnya, agar masyarakat paham dan pelaku usaha transportasi dapat bersiap.
"Mestinya ada pembatasan akses karena transportasi ini kan fungsinya dia menjalankan support mobility orang. Jadi mestinya pemerintah tegas saja, tidak ada fasilitas apapun yang berkaitan dengan mudik termasuk kemungkinan ditutupnya jalan tol dan sebagainya," katanya, saat dihubungi VOI.
Zainal mengatakan, tidak ada waktu bagi pemerintah untuk bersikap ragu-ragu mengenai hal ini. Sebab, kurang dari dua bulan lagi akan memasuki bulan suci Ramadhan dan Lebaran. Di mana waktu tersebut, kata dia, dimanfaatkan masyarakat untuk kembali ke kampung halaman atau mudik.
"Harusnya tegas, jangan ragu-ragu. Kalau ragu-ragu orang menjadi bingung. Ini kan melibatkan banyak hal. Harus ada kepastian, supaya orang tidak terjebak mengambil planning yang ternyata tidak dapat dilaksanakan," tuturnya.
Menurut Zainal, larangan mudik ini menyangkut mobilitas masyakarat dan harus dilakukan sejak saat ini. Karena, pemerintah juga harus melakukan sosialiasi sebelum penerapan larangannya agar masyarakat paham.
"Tidak ada perlintasan orang dari satu wilayah ke wilayah lain, bisa dengan diskresi polisi dan sebagainya. Jadi supaya kita paham, saya orang yang tinggal di Jakarta yang asalnya dari mana. Saya akan stay di Jakarta dan tidak akan meninggalkan Jakarta pada saat (momen) mudik. Itu harus ada kepastian," jelasnya.
Ketua Majelis Profesi Masyarakat Transportasi Indonesia ini mengatakan, pemerintah juga dapat menerapkan pemberian sanksi bagi masyarakat maupun pelaku usaha tranportasi yang masih nekat untuk mudik.
"Sanksi yang bisa lebih soft. Misalnya tiket kereta menjadi lebih mahal. Kenapa? Karena subsidi tiket kereta dicabut. Lalu misalnya harga bahan bakar, pemerintah karena sesuatu hal, pakai harga yang tidak lagi memakai subsidi. Itu bisa, namanya kebijakan insentif dan disinsentif. Jadi mereka yang tidak mengikuti kena kebijakan disinsentif. Tetapi mereka yang patuh lalu dapat insentif," paparnya.