Bagikan:

JAKARTA - Komisi IX DPR RI mendukung terobosan besar dunia kesehatan Indonesia yang kini mampu memproduksi insulin lokal pertama untuk penderita diabetes. Keberhasilan ini juga memiliki potensi besar untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor insulin.

"Ini hal yang bagus dan perlu didukung oleh semua pihak. Keberhasilan ini tidak hanya menandai peningkatan kualitas produk kesehatan dalam negeri, tetapi juga memiliki potensi besar untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada obat-obatan impor, termasuk insulin," ujar anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo dalam pernyataan dikutip Selasa 26 Agustus.

Insulin berbahan baku lokal ini telah resmi masuk dalam formularium nasional (fornas), yang berarti dapat ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional (JKN) BPJS Kesehatan. Rahmad menyambut baik hal tersebut karena dapat membantu meringankan beban masyarakat, khususnya penderita diabetes.

"Ini adalah langkah maju yang signifikan bagi industri kesehatan nasional. Saya sangat mengapresiasi inovasi ini, yang menunjukkan bahwa kita mampu memproduksi obat-obatan berkualitas tinggi dengan bahan baku lokal sekaligus dapat meringankan beban masyarakat," kata Rahmad.

Menurutnya, Insulin lokal ini tidak hanya akan membantu menurunkan biaya pengadaan obat melalui pengurangan impor, tetapi juga membuka peluang besar bagi pengembangan lebih lanjut di bidang farmasi dalam negeri.

Dengan masuknya insulin lokal ke dalam fornas, Indonesia kini memiliki peluang untuk menjadi lebih mandiri dalam penyediaan obat-obatan penting, yang selama ini didominasi oleh produk impor.

"Hal ini tentunya akan mendorong kualitas SDM di bidang kesehatan Indonesia untuk terus berkembang dan berinovasi dalam menciptakan solusi kesehatan yang lebih baik di dunia kesehatan," kata Legislator dari Dapil Jawa Tengah V tersebut.

Untuk mendukung inovasi insulin lokal, Anggota Komisi Kesehatan DPR RI itu pun mendorong agar Pemerintah memasifkan program-program yang mendukung gerakan makan sehat untuk masyarakat.

Rahmad menyebut hal tersebut penting mengingat penyandang diabetes di Indonesia sudah sangat banyak.

“Saat ini kasus penyakit tidak menular sudah mendominasi di Indonesia, maka gerakan pola hidup dan pola makan sehat harus menjadi gerakan nasional," tuturnya.

Menurut Data dari Institute for Health Metrics and Evaluation, Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit kronis penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia pada 2019 yaitu sekitar 57,42 persen kematian per 100.000 penduduk.

Sementara menurut International Diabetes Federation (IDF), Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan jumlah diabetes terbanyak dengan 19,5 juta penderita di tahun 2021 dan diprediksi akan menjadi 28,6 juta pada 2045.

Oleh karena itu, Rahmad mengimbau masyarakat untuk menjaga pola hidup sehat, termasuk pola makan yang dapat mengurangi potensi penyakit diabetes.

“Ini demi menghindarkan penyakit tidak menular yang penyebab utamanya salah satunya adalah diabetes,” ujarnya.

Lebih lanjut, Rahmad mengajak seluruh pihak, mulai dari Pemerintah, industri farmasi, tenaga kesehatan, dan masyarakat, untuk bersinergi dalam mengoptimalkan pemanfaatan insulin lokal dengan kualitas terbaik dan memperkuat upaya preventif dalam menghadapi ancaman diabetes.

Data dari Riskesdas Indonesia 2018 juga mendapati tingkat konsumsi makanan dan minuman manis masih sangat tinggi, masing-masing mencapai 87,9 persen dan 91,49 persen. Padahal, anjuran konsumsi gula per hari menurut Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 hanya 10% dari total energi (200kkal) per orang. Konsumsi tersebut setara dengan gula 4 sendok makan per orang per hari atau 50 gram per orang per hari.

"Mari kita terus memperkuat sistem kesehatan nasional kita. Kita harus bergerak bersama untuk menciptakan Indonesia yang lebih sehat dan mandiri dalam menyediakan layanan kesehatan berkualitas bagi seluruh rakyatnya," kata Rahmad