Bagikan:

JAKARTA - Rusia menuding Amerika Serikat berada di balik penahanan Pavel Durov, saat Prancis memperpanjang penahanan bos aplikasi perpesanan Telegram itu.

Polisi Prancis dapat menahan Durov hingga Rabu besok, usai jaksa penuntut memberikan persetujuan penambahan waktu untuk interogasi.

Durov yang memegang paspor Prancis ditahan di Bandara Le Bourget di pinggiran Paris pada malam tanggal 24 Agustus, dengan sejumlah tuduhan dikenakan terhadapnya, lapor media Prancis. Penahanan Durov itu terjadi saat ia hendak meninggalkan pesawat pribadi yang diduga datang dari Azerbaijan.

Seorang juru bicara jaksa penuntut umum mengatakan pada Hari Selasa, penahanan Durov telah diperpanjang hingga 48 jam pada Senin malam, melansir Reuters 27 Agustus.

Terpisah, Ketua Duma Negara Rusia Vyacheslav Volodin mengatakan, Amerika Serikat, melalui Prancis, berusaha untuk mengendalikan Telegram.

"Telegram adalah salah satu dari sedikit dan sekaligus platform Internet terbesar yang tidak dapat dipengaruhi oleh Amerika Serikat," kata Volodin dalam sebuah unggahan.

"Menjelang pemilihan Presiden AS, penting bagi (Presiden Joe) Biden untuk mengendalikan Telegram," lanjutnya.

Piahk Gedung Putih tidak segera mengomentari penangkapan Durov.

Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan, penangkapan Durov tidak terkait dengan politik, memastikan komitmen Prancis terhadap kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, usai beredarnya informasi yang dinilai salah mengenai Prancis pascapenangkapan Durov.

"Di negara yang diatur oleh aturan hukum, kebebasan ditegakkan dalam kerangka hukum, baik di media sosial maupun dalam kehidupan nyata, untuk melindungi warga negara dan menghormati hak-hak dasar mereka," jelasnya, mengatakan penangkapan tersebut merupakan bagian dari penyelidikan pengadilan yang tengah berlangsung, dikutip dari TASS.

Diketahui, aplikasi perpesanan Telegram sudah digunakan oleh hampir 1 miliar pengguna. Jutaan pengguna biasa menyukai aplikasi tersebut karena kemudahan penggunaan dan berbagai fungsinya.