Bagikan:

JAKARTA - Perjanjian pertahanan Filipina dengan Amerika Serikat harus ditafsirkan lebih luas untuk menghadapi "musuh yang dinamis dan licik", kata menteri pertahanan negara itu Hari Selasa, setelah pertemuan baru-baru ini antara Manila dan Beijing mengenai Laut China Selatan.

Manila dan Washington terikat oleh Perjanjian Pertahanan Bersama (MDT) 1951, yang dapat digunakan jika terjadi serangan bersenjata terhadap pasukan Filipina, kapal umum, atau pesawat di Laut Cina Selatan.

Sementara Amerika Serikat telah meyakinkan sekutu tertuanya di Asia kemitraan pertahanan mereka "kuat", Menteri Pertahanan Filipina Gilberto Teodoro menyerukan agar pakta tersebut dibuat "lebih dinamis" untuk menghindari jatuh ke dalam "perangkap China".

Berbicara di sela-sela forum militer yang diselenggarakan oleh Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat, Menhan Teodoro mengatakan para mitra sedang berdiskusi mengenai kemungkinan tersebut.

"Perjanjian pertahanan bersama harus ditafsirkan secara dinamis," katanya dalam forum tersebut, melansir Reuters 27 Agustus.

"Dan bahaya terbesar bagi kita adalah mempersempit keterbatasan operasional kita, yang mungkin bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh calon agresor saat ia berkembang," katanya.

Ia juga mendesak negara-negara regional untuk menegur China, yang ia gambarkan sebagai "pengganggu perdamaian terbesar", atas aktivitasnya di jalur perairan yang sibuk itu.

"Saya yakin mereka tidak akan bisa dihalangi karena ini hanya masalah mendapatkan konsensus di seluruh dunia," katanya.

Ditambahkannya, sangat penting bagi Filipina, baik dalam kerja sama maupun sendiri, untuk menciptakan pencegahan militer yang cukup untuk menunjukkan kepada China bahwa mereka serius dalam melindungi kedaulatannya dan akan memperjuangkannya.

Pernyataan Menhan Teodoro menyusul serangkaian konfrontasi maritim dan udara antara kedua negara di Laut China Selatan dalam seminggu terakhir, saat Beijing menegaskan klaimnya atas jalur perairan itu dan Manila terus melakukan misi pasokan ke wilayah yang didudukinya.

Pengawalan AS untuk kapal-kapal Filipina dalam misi pasokan ulang di Laut China Selatan adalah "pilihan yang sepenuhnya masuk akal", kata kepala Komando Indo-Pasifik AS pada Hari Selasa.

Namun, opsi tersebut harus melalui konsultasi antara kedua negara, kata Komandan Komando Indo-Pasifik AS Laksamana Samuel Paparo kepada wartawan di sela-sela forum tersebut.

Diketahui, Negeri Tirai Bambu mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan, termasuk wilayah yang diklaim oleh Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam. Beijing telah mengerahkan armada kapal untuk melindungi klaimnya.

Pada tahun 2016, pengadilan arbitrase internasional memutuskan bahwa klaim Beijing tidak memiliki dasar hukum internasional dalam kemenangan penting bagi Filipina, yang mengajukan kasus tersebut. Beijing menolak keputusan tersebut.