JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dan Sekdis PUTR Sulsel Edy Rahmat dalam kasus pengadaan proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel. Keduanya saling menjadi saksi untuk melengkapi berkas dalam perkara tersebut.
“Tersangka NA dan ER diperiksa dalam kapasitas untuk saling menjadi saksi dalam berkas perkara penyidikan masing-masing tersangka,” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 26 Maret.
Dua tersangka tersebut dikonfirmasi barang bukti yang disita dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) maupun penggeledahan yang dilakukan beberapa waktu lalu.
“Masing-masing tersangka dikonfirmasi antara lain terkait dengan penyitaan atas berbagai barang bukti yang ditemukan pada saat dilakukan penangkapan dan penggeledahan,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, mantan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah ditetapkansebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
BACA JUGA:
Politikus PDIP ini ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Dalam kasus ini, Nurdin Abdullah diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.