Bagikan:

JAKARTA - Bentrokan massal yang terjadi di sekitar Gedung DPR RI dalam aksi "Peringatan Darurat" mengawal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menimbulkan sejumlah korban dari berbagai kalangan. Korban jatuh dari kalangan wartawan, mahasiswa, masyarakat hingga aparat Kepolisian.

Bahkan, banyak dari para pendemo yang diduga ditangkap secara massal oleh aparat Kepolisian. Beberapa diantaranya juga tak sedikit yang mengalami kekerasan, termasuk yang dialami para wartawan.

Menanggapi fenomena tersebut, Indonesia Police Watch (IPW) mengecam kekerasan aparat dalam menangkap pendemo di depan Gedung DPR RI, Kamis kemarin, 22 Agustus.

Berdasarkan catatan IPW, ratusan pendemo ditangkap aparat kepolisian. Tapi pihak penegak hukum membatasi akses bantuan hukum bagi demonstran yang ditangkap untuk didampingi selama proses pemeriksaan di Polda Metro Jaya.

"Padahal sesuai KUHAP, UU Bantuan Hukum, UU Kehakiman, dan Kovenan hak-hak sipil dan politik menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan bantuan hukum terhadap masalah hukum yang dihadapi. Sementara berdasarkan informasi, pihak Polda Metro hanya membatasi jumlah advocat yang bisa mendampingi para demonstran yang ditangkap yang jumlahnya cukup banyak," kata Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso saat dikonfirmasi, Jumat, 23 Agustus.

Menurut Sugeng, demo merupakan penyampaian pendapat di muka umum dan merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Penjaminan itu bahkan dituangkan dalam UU 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Demo mahasiswa dan masyarakat di Jakarta dan beberapa kota di Indonesia memprotes upaya DPR RI mengesahkan RUU PILKADA yang disinyalir mengesampingkan putusan MK No.60 dan No.70.