Bagikan:

JAKARTA – Pascadibebaskannya para terdakwa dalam kasus dugaan investasi Grup Fikasa, para korban meminta perlindungan hukum kepada negara melalui Presiden, DPR RI, Kejaksaan Agung, dan Menkopolhukam,

Riki Rikardo Manik selaku kuasa hukum korban menilai, Putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara TPPU Nomor 3353K/Pid.Sus/2024 yang melibatkan Bhakti Salim dan kawan-kawan dianggap janggal dan mengabaikan keadilan bagi para korban.

Bahkan, ia menganggap bertentangan dengan aturan hukum, atas dasar para terdakwa Bhakti Salim dkk sebelumnya sudah dinyatakan terbukti bersalah dalam Perkara Pokok (Tindak Pidana Asal), yakni pidana kejahatan perbankan dan divonis 14 tahun.

Putusan perkara pokok, lanjut Riki sudah berkekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Mahkamah Agung 5136K/Pidsus/2022. Bahkan disebut Riki, Bhakti Salim juga dinyatakan bersalah melakukan Pencucian Uang, divonis 11 tahun sesuai Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru 1155/Pidsus/2022/PN.Pbr dan dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Riau 612/Pid.Sus/2023/PT.PBR.

"Artinya sudah lima putusan peradilan dari tingkat pertama hingga kasasi menyatakan terdakwa terbukti bersalah. Tapi anehnya hakim kasasi dalam perkara TPPU malah membebaskan para terdakwa, jelas putusan ini melanggar aturan dan logika hukum, mana mungkin terdakwa sudah dinyatakan terbukti bersalah dalam perkara pokok tapi bisa dilepaskan dalam perkara TPPU," kata Riki melalui keterangan tertulis di Jakarta Pusat, Selasa, 20 Agustus.

Kata Riki, jelas terbukti uang hasil kejahatan perkara pokok digunakan dalam perkara pencucian uangnya.

"Akibat putusan ini akan berdampak sangat mengerikan, selain merugikan ribuan korban investasi Grup Fikasa hingga triliunan rupiah, putusan ini dapat digunakan sebagai pembenaran para pelaku kejahatan investasi yang makin marak terjadi dan merugikan masyarakat," katanya.

Kasus penipuan investasi Indosurya yang sempat dibebaskan oleh pengadilan, menurut Riki seperti terulang kembali dalam perkara pencucian uang investasi Grup Fikasa.

Riki menambahkan, para korban mendesak Kejaksaan Agung untuk segera melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) demi kepentingan masyarakat banyak yang jadi korban.

"Bahkan korban juga bersedia mengajukan diri sebagai Pemohon Peninjauan Kembali (PK) selaku pihak ketiga yang berkepentingan dalam perkara ini," ujarnya.