JAKARTA - Riki Rikardo Manik, kuasa hukum korban dugaan investasi bodong, mengajukan pengaduan ke Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia terhadap Majelis Hakim Agung yang memutus untuk melepaskan pelaku investasi bodong Fikasa Group dalam perkara tindak pidana pencucian uang.
Kasus Fikasa Group dimulai dari penjualan promissory notes fiktif yang merugikan ribuan korban dengan total kerugian mencapai ratusan miliar rupiah.
Terdakwa telah dinyatakan bersalah dalam perkara Tindak Pidana Asal (TPA) di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung.
Namun, dalam putusan kasasi perkara pencucian uangnya (TPPU) Majelis Hakim Agung memutuskan bahwa perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana pencucian uang, meskipun terbukti.
Riki Rikardo Manik menilai keputusan kasasi ini menciptakan ketidakpastian hukum dan melanggar logika hukum serta mengabaikan keadilan.
"Putusan ini bertentangan dengan fakta-fakta dan putusan sebelumnya yang konsisten menyatakan perbuatan terdakwa sebagai tindak pidana," kata Riki kepada wartawan, Senin, 23 September.
Pengaduan ke Komisi Yudisial dilakukan atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Pasal 10 ayat (4) KEPPH mengatur bahwa hakim wajib menghindari kekeliruan dalam membuat putusan dan tidak boleh secara sengaja memberikan keuntungan kepada terdakwa.
BACA JUGA:
"Hakim Agung diduga mengabaikan fakta yang jelas terbukti, sehingga keputusan ini sangat merugikan para korban," katanya.
Putusan yang membebaskan terdakwa dari tindak pidana pencucian uang berdampak pada ribuan korban yang telah menderita kerugian besar.
"Ada ribuan korban, baik yang teridentifikasi dalam berkas perkara maupun yang belum tercatat, dengan kerugian mencapai ratusan miliar. Jika keputusan ini tidak dikoreksi, kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan akan terancam," katanya.
Kuasa hukum para korban mendesak Komisi Yudisial untuk segera menyelidiki kasus ini dan memastikan keadilan ditegakkan.
Selain pengaduan ke KY, kuasa hukum korban juga mempersiapkan upaya Peninjauan Kembali (PK) atas putusan kasasi yang dianggap keliru.
"Kami berharap Komisi Yudisial segera menindaklanjuti pengaduan ini dan mendukung korban dalam upaya Peninjauan Kembali. Keadilan harus ditegakkan, dan putusan kasasi ini tidak boleh dibiarkan tanpa koreksi," katanya.
Sebelumnya diberitakan, pascadibebaskannya para terdakwa dalam kasus dugaan investasi Grup Fikasa, para korban meminta perlindungan hukum kepada negara melalui Presiden, DPR RI, Kejaksaan Agung, dan Menkopolhukam.
Riki Rikardo Manik selaku kuasa hukum korban menilai, Putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara TPPU Nomor 3353K/Pid.Sus/2024 yang melibatkan Bhakti Salim dan kawan-kawan dianggap janggal dan mengabaikan keadilan bagi para korban.
Bahkan, ia menganggap bertentangan dengan aturan hukum, atas dasar para terdakwa Bhakti Salim dkk sebelumnya sudah dinyatakan terbukti bersalah dalam Perkara Pokok (Tindak Pidana Asal), yakni pidana kejahatan perbankan dan divonis 14 tahun.