Awas, Pencemaran Bisa Bikin Penis Menyusut!
Ilustrasi. (Unsplash/Dainis Graveris)

Bagikan:

JAKARTA - Jika Anda membutuhkan alasan lain untuk peduli terhadap krisis iklim dan lingkungan, ilmuwan menemukan jawaban yang tepat, penyusutan penis. Ya, berdasarkan hasil penelitian, ada hubungan antara bahan kimia industri dengan panjang penis.

Adalah Dr. Shanna Swan, ahli epidemiologi dan ilmuwan lingkungan, lewat bukunya yang berjudul 'Count Down' berpendapat, dunia moderen saat ini mengubah perkembangan reproduksi manusia dan mengancam masa depan manusia. 

Buku tersebut menguraikan bagaimana pencemaran menyebabkan tingkat disfungsi ereksi yang lebih tinggi, penurunan kesuburan dan semakin banyak bayi yang lahir dengan penis kecil. 

Meskipun fakta utama tentang penyusutan mungkin terdengar seperti bahan tertawaan, penelitian tersebut melukiskan potret suram umur panjang umat manusia dan kemampuan untuk bertahan hidup.

"Di beberapa bagian dunia, rata-rata usia dua puluhan saat ini kurang subur dibandingkan neneknya saat berumur 35 tahun. Polutan dan bahan kimia menurunkan kualitas air mani, memperkecil ukuran penis dan volume testis," tulis Dr Swan yang menyebut situasi ini sebagai 'krisis eksistensi global' dalam buku tersebut, melansir Euronews

ilustrasi
Ilustrasi. (Unsplash/@deonblack)

"Bahan kimia di lingkungan kita dan praktik gaya hidup tidak sehat di dunia modern kita mengganggu keseimbangan hormonal kita, menyebabkan berbagai tingkat kerusakan reproduksi," ungkapnya.

Menurut buku tersebut, manusia memenuhi tiga dari lima kriteria yang mungkin digunakan untuk menentukan apakah suatu spesies terancam punah atau tidak. 

"Hanya satu yang perlu dipenuhi. Keadaan manusia saat ini memenuhi setidaknya tiga," tulisnya.

Menurut penelitian Dr Swan, gangguan ini disebabkan oleh ftalat, bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan plastik, yang dapat memengaruhi cara produksi hormon endokrin.

Kelompok bahan kimia ini digunakan untuk membantu meningkatkan fleksibilitas suatu zat. Mereka bisa ditemukan di mainan, kemasan makanan, deterjen, kosmetik dan banyak lagi produk lainnya. Dr Swan yakin, zat-zat ini secara radikal merusak perkembangan manusia.

"Bayi yang sekarang memasuki dunia sudah terkontaminasi bahan kimia, karena zat yang mereka serap di dalam rahim," tukas Dr. Swan. 

Temuan ini menunjukkan, paparan ftalat pada akhir trimester pertama bisa memperpendek jarak anogenital (AGD). 

“AGD merupakan jarak dari anus hingga ke bagian awal alat kelamin yang sejak lama diakui penting oleh ilmuwan. Dalam penelitian tahun 1912, AGD laki-laki hampir 100 persen lebih panjang dari wanita. Temuan kami, bahan kimia seperti ftalat memperpendek AGD pada laki-laki," paparnya, melansir The Intercept.

ilustrasi
Ilustrasi. (Unsplash/Dainis Graveris)

Sebagian besar penelitian Dr Swan baru-baru ini berfokus pada efek ftalat, awalnya mengamati sindrom ftalat pada tikus. Namun, pada tahun 2000, ada terobosan di lapangan dan menjadi mungkin untuk mengukur ftalat dosis rendah pada manusia.

Sejak itu, Dr Swan telah menulis makalah tentang bagaimana bahan kimia ini dapat menular di antara orang tua dan keturunan mereka, dampaknya pada hasrat seksual wanita dan yang terbaru, pada panjang penis.

Salah satu studinya yang paling terkenal meneliti persimpangan antara jumlah sperma dan polusi pada tahun 2017, dalam penelitian inovatif yang mengamati kesuburan pria selama empat dekade terakhir. 

Setelah mempelajari 185 penelitian yang melibatkan hampir 45.000 pria kesehatan, Dr Swan dan timnya menyimpulkan bahwa jumlah sperma di antara pria di negara-negara Barat telah turun 59 persen antara tahun 1973 dan 2011.

Tapi ada kabar baik. Sejak pembentukan Badan Lingkungan Eropa (EEA), warga Eropa terpapar polusi partikulat 41 persen lebih sedikit daripada dua dekade lalu. Diyakini, peraturan ini rata-rata telah memberi orang Eropa harapan hidup tambahan sembilan bulan.

“Tuntutan untuk perubahan dari warga negara dan kebijakan kuat berikutnya telah membantu membersihkan udara di beberapa bagian Eropa sebelumnya, dan dapat terus dilakukan untuk memastikan bahwa polusi yang tinggi saat ini tidak perlu menjadi nasib masa depan,” kata Michael Greenstone, direktur Institut Politik Energi di Universitas Chicago.

Sehingga jika langkah-langkah pengurangan pencemaran dapat dilaksanakan dengan baik masih ada harapan untuk masa depan dan kesuburan umat manusia.