Andropause, ketika Pria Alami Kondisi Mirip Menopause
Ilustrasi pria (Olya Adamovich-Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Kita tentu sudah tahu fakta bahwa setiap wanita berusia 40 tahun ke atas akan mengalami masa menopause. Ini ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi alias selesainya masa subur. 

Tak hanya tidak lagi menstruasi setiap bulan, wanita juga akan merasakan beberapa perubahan. Di antaranya perubahan suasana hati, energi menurun, vagina menjadi lebih kering, bahkan pengeroposan tulang dan perubahan warna kulit. 

Hal yang belum banyak diketahui adalah pria pun akan mengalami hal serupa. Menopause pada pria disebut andropause. 

Andropause bisa diartikan sebagai sindrom penurunan kepuasan dan gairah seksual pria karena rendahnya kadar testosteron.

Testosteron sendiri merupakan hormon pada pria yang muncul sejak usia remaja. Ia berperan penting dalam perkembangan fisik, dari rambut, suara, otot, dan hasrat seksual.

Seiring bertambahnya usia, kadarnya akan menurun kemudian pria akan mengalami masa andropause. Umumnya, pria akan mengalami andropause mulai usia 40-60 tahun. 

Dunia kedokteran punya berbagai istilah untuk andropause, yaitu klimakterik pada pria, Androclise, Androgen Decline in Ageing Male (ADAM), Partial Androgen Deficiency of the Ageing Male (PADAM), sindrom penuaan pria, dan Late Onset Hypogonadism (LOH).

Tanda-tanda andropause yang akan dialami pria antara lain berkurangnya konsentrasi, lebih mudah lelah, perubahan perilaku dan suasana hati, rentan depresi, hasrat seksual rendah, disfungsi ereksi, dan insomnia. 

Selain itu, Anda juga akan mengalami daya tahan menurun, tinggi badan terasa berkurang, tidak menikmati hidup, sering merasa sedih, sering ingin marah, penurunan kemampuan dalam berolahraga, serta menurunnya produktivitas. 

Untuk pemeriksaan lebih lanjut, bila mengalami gejala tersebut ada baiknya Anda memeriksakan diri ke dokter. Nantinya dokter akan memeriksa kadar testosteron dalam darah. 

Andropause memang kondisi yang terjadi secara alami. Namun, Anda pun bisa mencegahnya agar tak timbul lebih cepat atau setidaknya mengurangi gejala supaya tak terlalu parah. 

Beberapa cara pencegahan yang bisa dilakukan adalah mengonsumsi vitamin D dan E, menerapkan pola hidup sehat seperti rutin olahraga, mengurangi makanan berpengawet, berlemak, dan berkalori tinggi, juga menghindari paparan polusi dari lingkungan.