Bagikan:

JAKARTA - Anda mungkin pernah mendengar orang lain menggemeretakkan gigi saat tidur. Mendengarnya saja bikin gilu, tapi kebanyakan orang yang melakukannya tentu tidak sadar. 

Kondisi ini disebut bruxism, saat Anda menggemeretakkan, mengatupkan, atau menggesek gigi. Sebenarnya tidak membahayakan, namun jika terjadi setiap hari dapat merusak gigi dan menimbulkan komplikasi pada kesehatan mulut. 

Penyebab bruxism sebenarnya tidak terlalu jelas. Beberapa faktor yang menjadi pemicunya adalah mengalami stres, cemas, marah, dan frustasi. 

Bisa juga karena memang mengalami masalah gangguan tidur, penggunaan obat-obatan tertentu seperti antidepresan, masalah rahang, atau karena pola hidup tak sehat seperti merokok dan konsumsi alkohol. 

Ada tanda-tanda dari bruxism agar mudah mengenalinya. Di antaranya adalah gigi menjadi rata, retak, atau goyang. 

Sering menggemeretakkan gigi sampai membuat orang lain terganggu, enamel gigi rusak, gigi semakin sensitif, serta otot rahang mengencang dan lelah, juga sakit kepala dan telinga. 

BACA JUGA:


Ternyata, orang tak selalu mengalami bruxism pada malam hari saat terlelap. Namun, ada juga orang yang suka secara tak sadar menggemeretakkan gigi di siang hari saat sedang terjaga. 

Orang dengan bruxism juga umumnya memiliki gangguan tidur seperti sleep apnea dan mendengkur. Bila tak diprotes oleh orang lain, atau dalam kasus tinggal sendiri, penderita bruxism biasanya akan sadar tentang masalah ini bila sudah menyadari ada gangguan fisik seperti kerusakan gigi dan masalah rahang. 

Bila Anda terdiagnosis mengalami bruxism, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasinya. Namun pada kebanyakan kasus, memang tak dibutuhkan perawatan khusus karena bisa hilang dengan sendirinya. 

Jika dirasa butuh, Anda bisa coba menggunakan mouth guard atau pelindung mulut. Bisa juga menggunakan behel untuk meratakan gigi dan merapikan gigi longgar. Pilihan lain adalah memasang crown untuk memperbaiki susunan dan permukaan gigi. 

Anda pun bisa mencoba terapi meditasi jika bruxism disebabkan oleh stres, terapi perilaku untuk mengurangi bruxism, serta terapi biofeedback untuk mengontrol aktivitas otot rahang.