JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kasus korupsi Pertamina Energy Trading Limited atau Petral yang diusut sejak 2019 sempat tertunda karena beberapa hal. Di antaranya karena informasi yang dibutuhkan berada di luar yuridiksi Indonesia.
“Ada beberapa informasi dan data yang dibutuhkan dimana informasi dan data tersebut berada di wilayah yuridiksi negara lain,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 6 Agustus.
Akibatnya, KPK perlu berkomunikasi lebih dulu dengan negara lain. “Proses ini masih berjalan,” tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.
BACA JUGA:
Adapun dalam perkara korupsi ini, sejumlah saksi dipanggil komisi antirasuah. “KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait dengan kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte. Ltd. selaku subsidiary company PT. Pertamina (Persero),” ujar Tessa.
Mereka yang dipanggil adalah Keuangan PTMN PT Pertamina, Ferederick ST Siahaan (FSS); mantan dewan direksi PTMN PT Pertamina, Ginanjar Sofyan (GS); Senior Analyst Downstream PT Pertamina, Imam Mul Akhyar (IMA); dan Account Receivables Manager PT Pertamina, Iswina Dwi Yunanto (IDY). Mereka diminta hadir di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
KPK sebenarnya sudah menetapkan Direktur Petral, Bambang Irianto sejak 2019. Dia diduga menerima uang senilai 2,9 juta dolar Amerika Serikat dari perusahaan Kernel Oil selama 2010-2013.
Penerimaan itu disebut berkaitan dengan kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah pada PES di Singapura. Bambang diduga menerima uang lewat rekening penampung milik perusahaannya, SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan di British Virgin Island.