Survei Membuktikan Banyak Warga Tolak Divaksin, Pemerintah Mesti Tingkatkan Kepatuhan
Ilustrasi (unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Lembaga survei SMRC merilis jajak pendapat masyarakat mengenai pelaksanaan vaksinasi nasional hingga sentimen mengenai COVID-19. Hasilnya, masih banyak warga yang menolak divaksin, juga tak percaya adanya COVID-19.

Direktur riset SMRC Deni Irvani menjelaskan, sebanyak 29 persen responden tidak mau divaksin. Hanya 46 persen yang mantap mau divaksin, ada 23 persen yang masih ragu atau pikir-pikir dulu, dan 2 persen tidak menjawab pertanyaan ini.

Deni mengasumsikan, proporsi warga yang kemungkinan akan menerima vaksinasi sebesar 61 persen. Angka ini dihimpun dari jumlah responden yang mengaku ingin divaksin, pikir-pikir dulu, dan tidak menjawab.

Sayangnya, angka ini masih berada di bawah target pemerintah dalam mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity untuk melandaikan pandemi COVID-19.

"Ini saya kira perlu jadi perhatian kita bersama tentunya. Kalau kita kaitkan dengan target bisa mencapai 71 persen penduduk, proporsi ini tentu masih kurang dari target yang dicanangkan oleh pemerintah," kata Deni dalam pemaparan survei, Selasa, 23 Maret.

Jika melihat proporsi etnis, warga yang tidak mau divaksin relatif lebih besar pada warga yang berlatar belakang etnis Madura dengan 58 persen. Kemudian, dari sisi agama, yang tidak mau divaksin lebih besar pada warga muslim dengan 31 persen.

"Yang tidak mau divaksin relatif lebih banyak pada warga di wilayah luar Jawa sebanyak 33 persen. Di Jawa, yang tidak mau divaksin paling besar pada warga DKI sebanyak 33 persen," tuturnya. 

Selanjutnya, masih banyak warga yang tidak percaya vaksin yang disediakan pemerintah aman bagi kesehatan. Hasilnya, 64 persen warga percaya vaksin COVID-19 yang disediakan pemerintah aman bagi kesehatan penggunanya. Ada 25 persen yang tidak percaya, dan 11 persen tidak menjawab.

"Ini bisa kita lihat bersama-sama bahwa sikap terhadap vaksin ini punya hubungan dengan kecenderungan perilaku warga untuk mau divaksin dan tidak," kata Deni dalam pemaparan survei secara virtual, Selasa, 23 Maret.

Menanggapi hal ini, ahli epidemiologi dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo melihat kekebalan imunitas (herd immunity) tidak akan terlaksana jika warga yang ingin divaksin hanya 61 persen.

Oleh sebab itu, pemerintah harus meningkatkan kepercayaan hingga kepatuhan warga terhadap kepatuhan penerapan protokol kesehatan. 

Pertama, pemerintah harus melakukan edukasi secara terus-menerus mengenai kondisi pandemi COVID-19. Namun, sebatas edukasi tidak cukup. Tokoh masyarakat hingga pejabat publik juga harus memberi teladan. 

"Keteladanan dari tokoh juga sering tidak ada, dari tingkat bawah sampai pejabat nasional pun kadang-kadang tidak bisa dipakai sebagai teladan. Semoga ini disadari," ungkap Windhu. 

Selain itu, penegakan aturan kepatuhan protokol kesehatan dan pembatasan kegiatan masyarakat juga terus ditingkatkan. Ditambah, dengan apresiasi (reward) bagi pihak yang patuh menjalankan aturan. 

"Law inforcement harus dilakukan terus menerus. melalui reward dan punishment. Jadi, jangan punishment saja. kalau memang ada pengelola tempat publik yang patuh, kasih reward," tutur dia.