Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Hasanuddin Wahid tak meghadiri undangan tim panel Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk diminta keterangan terkait polemik antara PBNU dan PKB.

Sedianya, Hasanuddin diminta datang ke kantor PBNU pukul 12.30 WIB, namun, ia tak kunjung datang.

Rais Syuriah PBNU yang juga anggota tim panel Cholil Nafis menyayangkan ketidakhadiran Hasanuddin.

"Harusnya hadir pada tadi jam 12.30 menurut undangan kami, tetapi kami tunggu sampai jam 2.30 tadi, saya turun dari atas juga belum ada konfirmasi kedatangannya. Padahal sangat diperlukan hadirnya beliau," kata Cholil di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Senin, 5 Agustus.

Hingga saat ini, Hasanuddin pun belum memberi kabar apapun mengenai konfirmasi pemenuhan undangan tersebut kepada PBNU.

"Untuk informasi sampai hari ini sampai saat ini belum ada informasi datang atau tidaknya. Tapi minggu lalu, surat baik via WA, maupun diantar langsung, sudah kita lakukan ke kantor DPP PKB," ujar Cholil.

Dengan demikian, tim panel akan melanjutkan penggalian informasi yang berkaitan dengan permasalahan ketidakharmonisan hubungan antara PBNU dan PKB dengan meminta keterangan tokoh lain.

"Kita akan mengundang beberapa tokoh terkait yang memang punya informasi yang kita perlukan untuk bagaimana menghimpun informasi-informasi yang cukup untuk menjadi kebijakan PBNU," tutur dia.

Sebelumnya, tim panel telah memanggil eks Sekjen PKB Lukman Edy untuk memberi keterangan pada Rabu, 31 Juli lalu.

Saat itu, Lukman Edy menjelaskan salah satu pemicu masalah ini bisa terjadi karena Ketua Umum PKB Cak Imin menyingkirkan kewenangan Dewan Syuro yang berisi kiai NU dalam mengambil keputusan partai.

Penghapusan kewenangan Dewan Syuro terjadi saat PKB menggelar Muktamar di Bali pada tahun 2019 lalu. Di mana, saat itu Cak Imin kembali menjabat sebagai ketua umum partai untuk kepengurusan selanjutnya.

"Kalau dulu, mandatori dari Muktamar PKB itu Dewan Syuro. Dewan Syuro lah yang memberikan persetujuan kalau ingin mengangkat ketum siapa, si A, B, atau C. Tapi semenjak Muktamar di Bali itu, sebagian besar kewenangan Dewan Syuro dihapus di dalam AD/ART. Sehingga, kita tidak melihat lg peran dewan syuro itu," ungkap Lukman Edy di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu, 31 Juli.

Tak hanya kepengurusan tingkat pusat, sejak Muktamar di Bali 5 tahun lalu, Cak Imin juga meniadakan pengambilan keputusan untuk merombak struktur partai baik di tingkat dewan pimpinan wilayah (DPW) hingga dewan pimpinan cabang (DPC).

"Bukan saja menentukan kebijakan kebijakan partai yang strategis, tapi bahkan bisa memberhentikan DPW, bisa memberhentikan DPC tanpa ada musyawarah, tanpa ada musyawarah wilayah maupun musyawarah cabang. Bahkan bisa menegasikan hasil musyawarah cabang dan hasil musyawarah wilayah. Jadi, kewenangan tersentralisasi di ketua umum," tegas Lukman.