Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menegaskan partainya ingin menjaga jarak dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di tengah konflik ketidakharmonisan yang memanas akhir-akhir ini.

Menurut Jazilul, PKB dan PBNU adalah dua entitas yang beberbeda. PKB, meski lahir dari rahim NU, merupakan partai politik. Sementara, PBNU adalah organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam.

Payung hukum yang melandasi berdirinya PKB dan PBNU, ditegaskan Jazilul, juga berbeda. PKB berdiri dengan berdasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Sementara, PBNU berdiri dengan berdasarkan pada UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

"Mari kita jaga jarak sesuai dengan konstitusi. Jadi, PBNU dan PKB tidak ada hubungannya. 2 entitas yang berbeda. Yang satu diatur undang-undang ormas yang satu diatur parpol. Jaga jarak sesuai jalur masing-masing. Jangan bikin kisruh," kata Jazilul di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Selasa, 6 Agustus.

Jazilul menilai perseteruan ini disulut dari pernyataan Sekjen PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul) yang ingin mengembalikan PKB seperti yang diinginkan PBNU. Dari pernyataan ini, Jazilul memandang PBNU berniat cawe-cawe di ranah politik.

"Yang jelas Gus Ipul kan yang menyampaikan membentuk tim untuk mengambil alih PKB. Itu kan bikin kisruh, itu bertentangan dengan aturan ormas, aturan partai politik," ujarnya.

Sebagai informasi, PBNU membentuk panitia khusus (pansus) atau tim panel yang mendalami masalah ketidakharmonisan antara PBNU dan PKB. Sejauh ini, PBNU telah mengundang dua tokoh, diawali dengan eks Sekjen PKB Lukman Edy untuk memberi keterangan pada Rabu, 31 Juli lalu.

Saat itu, Lukman Edy menjelaskan salah satu pemicu masalah ini bisa terjadi karena Ketua Umum PKB Cak Imin menyingkirkan kewenangan Dewan Syuro yang berisi kiai NU dalam mengambil keputusan partai.

Penghapusan kewenangan Dewan Syuro terjadi saat PKB menggelar Muktamar di Bali pada tahun 2019 lalu. Di mana, saat itu Cak Imin kembali menjabat sebagai ketua umum partai untuk kepengurusan selanjutnya.

"Kalau dulu, mandatori dari Muktamar PKB itu Dewan Syuro. Dewan Syuro lah yang memberikan persetujuan kalau ingin mengangkat ketum siapa, si A, B, atau C. Tapi semenjak Muktamar di Bali itu, sebagian besar kewenangan Dewan Syuro dihapus di dalam AD/ART. Sehingga, kita tidak melihat lg peran dewan syuro itu," ungkap Lukman Edy di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu, 31 Juli.

Pada Senin, 5 Agustus kemarin, PKB juga mengundang Sekjen PKB Hasanuddin Wahid untuk pendalaman lanjutan. Namun, Hasanuddin tak meghadiri undangan pansus PBNU.

Sedianya, Hasanuddin diminta datang ke Kantor PBNU pukul 12.30 WIB. Namun, ia tak kunjung datang. Rais Syuriah PBNU yang juga anggota tim panel Cholil Nafis menyayangkan ketidakhadiran Hasanuddin.

"Harusnya hadir pada tadi jam 12.30 menurut undangan kami, tetapi kami tunggu sampai jam 2.30 tadi, saya turun dari atas juga belum ada konfirmasi kedatangannya. Padahal sangat diperlukan hadirnya beliau," kata Cholil di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Senin, 5 Agustus.