Bagikan:

SULTRA - Balai Karantina Hewan, ikan, dan Tumbuhan atau Karantina Sulawesi Tenggara (Sultra) berhasil menggagalkan penyelundupan daging babi ilegal ke wilayahnya.

Ketua Tim Kerja Karantina Hewan, Karantina Sultra Nichlah Rifqiah mengatakan, daging babi tanpa dokumen yang digagalkan masuk di Bumi Anoa itu berasal dari Surabaya dengan total berat sebanyak 98 kilogram.

"Daging babi tersebut ditemukan petugas karantina saat melakukan pengawasan di Kargo Bandara Haluoleo dan mencurigai tiga boks dengan kemasan karung," kata Nichlah saat ditemui di Kendari, Minggu 28 Juli, disitat Antara.

Dia menyebutkan, setelah dilakukan pemeriksaan terhadap tiga boks tersebut, ditemukan daging babi tersebut dan tidak dilengkapi dengan dokumen karantina, sehingga langsung dilakukan penahanan pada Jumat 26 Juli lalu.

"Penahanan kami lakukan setelah mengetahui bahwa daging tersebut tidak dilengkapi sertifikat sanitasi produk karantina hewan atau KH-12 dari daerah asal dan tidak melaporkan serta menyerahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan dan pengeluaran yang ditetapkan," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Tim Kerja Penegakan Hukum Karantina Sultra Abd. Rachman mengungkapkan bahwa daging babi tersebut diduga telah melanggar Pasal 88 jo pasal 35 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

"Bahwasanya media pembawa produk hewan berupa daging yang dilalul intaskan namun tidak disertai dengan dokumen karantina dan tidak dilaporkan petugas karantina untuk dilakukan tindakan karantina, maka dilakukan penahanan melalui penerbitan Surat Perintah Penahanan atau KH8a," kata Rachman

​​​​​​​

Senada dengan itu, Kepala Karantina Sultra A. Azhar menyampaikan bahwa Karantina Sultra berkomitmen menjaga pulau Sulawesi dari ancaman masuknya penyakit hewan ikan dan tumbuhan yang secara tidak langsung akan merugikan masyarakat.

"Daging babi tanpa dokumen tersebut dikhawatirkan dapat membawa hama penyakit hewan karantina African Swine Fever atau biasa disebut ASF dan Penyakit Mulut dan Kuku atau PMK, karena asal daging tersebut berstatus endemis dan wilayah Sultra berstatus bebas," ungkap Azhar.