JAKARTA - Pendukung KLB Deli Serdang sepertinya akan bergembira. Pasalnya, tampuk kepemimpinan Partai Demokrat bisa diambil alih Ketua Umum terpilih versi KLB Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Moeldoko.
Hal ini diungkapkan Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad. Dia menilai KLB Deli Serdang bisa disahkan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk memperbaiki Kongres V agar sesuai UU Parpol.
Kongres V Demokrat pada 2020 lalu mendaulat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua secara aklamasi.
"KLB tersebut bisa disahkan, karena kongres Jakarta 2020 ada hal-hal yang perlu direkonstruksi. Agar selaras dengan undang-undang Partai Politik,” ujar Suparji dalam keterangannya, Senin, 22 Maret.
Lebih lanjut, Suparji menjelaskan, substansi dalam AD/ART pada Kongres V yang perlu direkonstruksi, misalnya terkait dukungan untuk memberikan suara kepada ketua umum terpilih. Surat dukungan tersebut, seyogyanya diberikan oleh Ketua DPD/DPC.
"Namun diduga pemberian surat dukungan tersebut dilakukan tidak secara demokratis,” jelasnya.
Menurut Suparji, proses pemungutan suara yang 'dijatahkan' itu bertentangan dengan pasal 15 UU Parpol. Dimana menegaskan, bahwa kedaulatan partai politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan menurut AD/ART.
Selain itu, terkait AD/ART Partai Demokrat yang meletakkan forum kekuasaan tertinggi pada Majelis Tinggi Partai (MTP). Dalam aturan internal itu, KLB dapat diadakan atas permintaan Majelis Tinggi, sekurang-kurangnya 2/3 DPD dan 1/2 DPC serta disetujui Ketua Majelis Tinggi Partai.
BACA JUGA:
Dengan aturan ini, menurut Suparji, Majelis Tinggi Partai mengeliminasi hak pemilik suara dalam urusan dengan Kongres dan Kongres Luar Biasa.
"Karena kekuasaan dan kewenangan Ketua Majelis Tinggi Partai lebih tinggi dari Kongres/KLB atau lebih tinggi dari kehendak Para Pemilik Suara,” tuturnya.
Kemudian, Pasal 17 ayat (6) butir f AD berbunyi, “Majelis Tinggi Partai berwenang mengambil keputusan-keputusan strategis tentang antara lain f. Calon ketua Umum Partai Demokrat yang maju dalam Kongres datau Kongres Luar Biasa.
Menurut Suparji, ini jelas bertentangan dengan Pasal 15 ayat (1) UU Parpol 2008 sebagaimana disebutkan. Karena yang menentukan calon Ketua Umum, harusnya anggota partai dalam forum tertinggi Pengambilan Keputusan dalam Parpol. Bukan Majelis Tinggi yang sama sekali tidak diatur dan dikenal dalam UU Parpol.
Apabila ditinjau dari AD/ART 2020 dia mengajui, KLB memang tidak sah. Akan tetapi, mengingat AD/ART 2020 dikualifikasi tidak sesuai dengan kedaulatan anggota dan UU Parpol, maka AD/ART 2020 tidak dapat dijadikan batu uji untuk menilai legalitas KLB.
“Karena adanya cacat formal dan material serta terjadinya KLB, SK Partai Demokrat yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah dapat ditinjau kembali dan selanjutnya mengesahkan hasil KLB Sibolangit,” kata Suparji menandaskan.