JAKARTA - Kepala polisi Kenya Japhet Koome mengundurkan diri menyusul kritik keras terhadap perilaku petugas selama protes anti-pemerintah bulan lalu yang menewaskan 39 orang.
Dilansir Reuters, Kantor Presiden William Ruto mengumumkan pengunduran diri Koome pada Jumat, 12 Juli, sehari setelah memecat hampir seluruh kabinetnya, karena tunduk pada tuntutan para pengunjuk rasa. Douglas Kanja ditunjuk sebagai penjabat kepala polisi.
Demonstrasi menentang usulan kenaikan pajak dimulai dengan damai namun berubah menjadi kekerasan. Polisi menembakkan gas air mata, meriam air, dan peluru tajam, dan beberapa pengunjuk rasa menyerbu gedung parlemen.
Ruto membatalkan kenaikan pajak namun protes terus berlanjut, dengan beberapa aktivis menuntut pengunduran diri presiden serta perubahan politik yang luas untuk memberantas korupsi dan tata kelola yang buruk.
Mereka juga menuduh polisi menggunakan kekuatan berlebihan dan menculik puluhan orang ketika mereka berusaha menghentikan protes.
Ruto, yang menjabat sejak September 2022, mengatakan dalam acara yang diselenggarakan di platform media sosial X pekan lalu, laporan penculikan sangat disesalkan dan setiap petugas yang terbukti bertanggung jawab akan dimintai pertanggungjawaban.
BACA JUGA:
Jenazah Denzel Omondi, seorang pengunjuk rasa yang hilang selama demonstrasi, ditemukan pekan lalu di sebuah tambang di luar ibu kota Nairobi, kata Amnesty International. Mereka menyerukan penyelidikan independen atas kematiannya.
Pada Jumat, delapan jenazah lainnya ditemukan di sebuah tambang di Mukuru, kawasan kumuh di Nairobi, kata saksi mata Reuters dan kelompok hak asasi manusia.
“Sebagian besar sudah membusuk, tapi ada satu yang masih segar. Kami tidak tahu apakah ini bisa dikaitkan dengan protes atau pembunuhan karena sebagian besar dari mereka adalah perempuan,” kata Miriam Nyamuita, seorang aktivis di Pusat Keadilan Komunitas Mukuru.
Dia dan aktivis hak asasi manusia lainnya menyerukan penyelidikan segera.