Bagikan:

NTB - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) menahan lima tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama Manggelewa, Kabupaten Dompu tahun anggaran 2017.

"Penuntut umum melakukan penahanan terhadap lima tersangka untuk 20 hari ke depan terhitung hari ini sampai tanggal 30 Juli 2024," kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Kamis 11 Juli, disitat Antara.

Dia menyampaikan penuntut umum menitipkan penahanan lima tersangka di tempat berbeda. Tiga tersangka berinisial MM, MKM, dan FR dititipkan di Lapas Kelas IIA Lombok Barat sementara tersangka CA, perempuan, dititip di Lapas Perempuan Kelas III Mataram. Tersangka BB di Rutan Polda NTB.

Dia menjelaskan penahanan oleh penuntut umum ini merupakan tindak lanjut kegiatan penyerahan barang bukti dan lima tersangka dari penyidik Polda NTB.

Sebelum melakukan penahanan, penuntut umum memeriksa kelengkapan berkas dan barang bukti di ruang Pidana Khusus Kejati NTB.

Lebih lanjut, Efrien mengatakan bahwa penuntut umum kini sedang menyiapkan surat dakwaan lima tersangka untuk kebutuhan penuntutan di Pengadilan Negeri Mataram.

"Jadi, untuk kebutuhan penuntutan di persidangan, kami masih menyiapkan syarat administrasi pelimpahan ke pengadilan, salah satunya surat dakwaan, kalau sudah siap, perkara lima tersangka akan dilimpahkan," ucap dia.

Polda NTB dalam penanganan kasus yang dimulai sejak tahun 2020 ini sebelumnya tidak melakukan penahanan terhadap lima tersangka.

Namun, dari hasil penyidikan telah terungkap adanya kerugian keuangan negara hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB Rp1,35 miliar dari nilai proyek Rp15,67 miliar.

BPKP mendapatkan angka tersebut dari hasil cek fisik pekerjaan proyek oleh tim ahli konstruksi dan geoteknik tanah dari Fakultas Teknik Universitas Mataram. Tim ahli menemukan adanya kekurangan volume pekerjaan dengan menyatakan kualitas bangunan RS Pratama Manggelewa berkurang dan tidak sesuai spesifikasi perencanaan.

Dari penetapan tersangka, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Lima tersangka dalam kasus ini punya peran berbeda. Tersangka MM merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA) yang merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dari Dinas Kesehatan Dompu.

Tersangka MKM merupakan direktur PT Sultana Anugrah asal Makassar. Perusahaan milik MKM sebagai pemenang lelang dan pelaksana proyek.

Selanjutnya, tersangka BB sebagai pelaksana proyek di lapangan yang mengatasnamakan PT Sultana Anugrah.

Untuk tersangka CA merupakan direktur CV Nirmana Consultant yang menjalankan tugas pengawas proyek.

Tersangka FR merupakan konsultan perencana proyek dari CV Fiscon. Perusahaan tersebut dinilai penyidik tidak memenuhi kualifikasi sebagai sebagai konsultan perencana, mengingat FR mendapat penunjukan dari pemenang lelang perencanaan proyek, almarhum Ika Taruna Sumarprayono.

FR turut terungkap sebagai pelaksana di lapangan dalam hal pengawasan yang berada di bawah perusahaan milik tersangka CA, yakni CV Nirmana Consultant.