Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Rwanda mengisyaratkan mereka tidak akan mengganti lebih dari 300 juta dollar AS atau setara Rp4,8 miliar yang telah mereka terima dari Inggris sejak tahun 2022 untuk kesepakatan mendeportasi pencari suaka yang dianggap telah tiba secara ilegal di Inggris ke negara Afrika Timur tersebut.

Seorang juru bicara pemerintah Rwanda mengatakan perjanjian migran dengan Inggris tidak mencakup “klausul mengenai penggantian biaya” setelah Perdana Menteri Inggris yang baru terpilih Keir Starmer mengatakan ia akan membatalkan perjanjian kontroversial tersebut.

“Dalam perjanjian tidak ada klausul mengenai penggantian biaya. Tidak pernah disebutkan bahwa uang tersebut akan dikembalikan,” kata juru bicara Alain Mukuralinda dalam video yang diunggah oleh Badan Penyiaran Rwanda milik negara dilansir CNN, Rabu, 10 Juli.

“Kami sudah sepakat. Kedua belah pihak menandatanganinya, itu menjadi perjanjian internasional, kita mulai melaksanakannya, lalu setelah itu Anda ingin keluar, semoga berhasil,” kata Mukuralinda.

Inggris telah memberi Rwanda £240 juta (sekitar 307 juta dollar AS)  sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, menurut lembar fakta yang diterbitkan oleh pemerintah Inggris pada bulan April tahun ini.

Berbicara pada konferensi pers pertamanya sebagai perdana menteri pada Sabtu pekan lalu, Starmer mengatakan dia “tidak siap untuk melanjutkan” kesepakatan kontroversial untuk mengirim pencari suaka ke Rwanda, dan menyebut skema tersebut sebagai “tipu muslihat” dan menyangkal RUU tersebut berfungsi sebagai alat pencegah.

Rencana kontroversial ini pertama kali diumumkan pada bulan April 2022 oleh pemerintahan Konservatif pada saat itu di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Boris Johnson.

Namun rencana itu menghadapi serangkaian tantangan politik dan hukum karena anggota parlemen dan aktivis berupaya untuk membatalkan undang-undang tersebut atas dasar hak asasi manusia.

Setelah RUU tersebut disahkan pada April tahun ini, mantan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengklaim rencana tersebut diperkenalkan “untuk mencegah migran yang rentan melakukan penyeberangan yang berbahaya dan mematahkan model bisnis geng kriminal yang mengeksploitasi mereka.”