JAKARTA - ‘Serangan’ balon sampah, peluncuran rudal, dan munculnya "spoofing" GPS (lokasi GPS palsu) di Korea Utara meningkatkan risiko di wilayah udara Korea Selatan.
Pada akhir Mei, Korea Utara mulai menerbangkan ribuan balon berisi kantong sampah, termasuk kotoran manusia, yang digantung di bawahnya ke Korea Selatan, yang menurut para analis merupakan bentuk perang psikologis.
Ratusan balon mendarat di Korea Selatan selama tujuh gelombang antara tanggal 29 Mei dan 27 Juni, termasuk satu di landasan pacu bandara Incheon, yang memaksa penundaan lepas landas dan pendaratan selama tiga jam di gerbang internasional terbesar Korea Selatan.
Ketika balon-balon tersebut pertama kali muncul, gangguan navigasi penerbangan dari Korea Utara juga meningkat, termasuk apa yang tampaknya merupakan serangan pertama dari apa yang disebut “spoofing” yang mempengaruhi pesawat komersial di Korea Selatan.
“Keamanan wilayah udara secara bertahap memburuk,” kata OPSGROUP, organisasi berbasis keanggotaan yang berbagi informasi risiko penerbangan, dalam buletin pada Juni.
“Tidak ada peringatan wilayah udara resmi untuk Korea Selatan, namun situasi risiko tampaknya semakin buruk,” dilansir Reuters, Rabu, 10 Juli.
BACA JUGA:
Kementerian Transportasi Korea Selatan mengatakan pihak militer, otoritas pengatur lalu lintas udara, dan maskapai penerbangan menjaga sistem pengawasan dan komunikasi 24 jam.
“Militer Korea Selatan mendeteksi balon-balon ini menggunakan aset pengawasan siang dan malam,” kata juru bicara militer, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Korea Utara, yang juga meluncurkan balon sampah pada tahun 2016, mengatakan hal tersebut merupakan pembalasan atas kampanye propaganda para pembelot Korea Utara dan aktivis di Korea Selatan yang mengirimkan barang melalui balon.