JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Dewi Anggraeni melakukan pemantauan terhadap pengadaan alat tes COVID-19 berupa reagen polymerase chain reaction (PCR).
Dewi menyebut, ada beberapa kasus pembelian alat tes yang dilakukan di rumah sakit di Jawa Timur, namun dikembalikan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) karena akan kedaluwarsa.
Jenis barang yang dikembalikan adalah reagen PCR merek Liferiver sebanyak 1.850 alat. Penyedianya adalah PT SIP.
"Ada alat kesehatan yang diadakan oleh BNPB kemudian dikembalikan ke BNPB juga pada tanggal 3 September 2020. Alasan dikembalikannya reagen PCR dengan merek Liferiver karena kondisinya ini sudah mendekati masa kedaluwarsa, yaitu 19 Oktober 2020," kata Dewi dalam diskusi virtual, Kamis, 18 Maret.
BACA JUGA:
Dewi menduga, pihak BNPB hanya melakukan pengecekan berdasarkan jumlah barang yang diterima dan tidak melihat kualitasnya. Salah satunya adalah masa kedaluwarsa.
"Dalam pemantauan ICW, ditemukan bahwa barang ini tidak dicek. Jadi, pengadaan barang ini tidak dilakukan pengecekan dengan teliti dengan detail saat serah terima pengadaan," ucap Dewi.
Dalam kondisi ini, kata Dewi, bisa menunjukkan bahwa dalam proses proses pengadaan alat kesehatan, BNPB diduga secara sengaja untuk mengabaikan proses pengecekan tanggal kedaluwarsa barang.
Jika tahapan-tahapan dalam pengadaan ini diabaikan, dampaknya adalah potensi kerugian negara yang kami dihitung adalah sebesar Rp693,7 juta karena barang yang dikembalikan tidak digunakan.
Dewi mempertanyakan apakah BNPB mengantisipasi resiko pengadaan alat-alat kesehatan atau produk pengadaan menjadi tidak dapat digunakan karena dekat dengan masa kadaluarsa.
"Kalau iya, apa konsekuensinya? Yang dimasukkan dalam kontrak jadi sanksi apa yang diterima oleh penyedia," tutur Dewi.
"Tapi kalau tidak, berarti sangat disayangkan karena barang dengan anggaran negara yang begitu besar kemudian harus dikembalikan dan ditumpuk di gudang BNPB hingga pada akhirnya tidak bisa digunakan," lanjutnya.