Bagikan:

JAKARTA - Petahana Ursula von der Leyen memenangkan nominasi untuk masa jabatan kedua Presiden Komisi Eropa, setelah mayoritas pemimpin Uni Eropa sepakat mencalonkan dirinya.

Selain von der Leyen, pertemuan puncak Uni Eropa Hari Kamis juga menyepakati Perdana Menteri Estonia Kaja Kallas akan menjadi Kepala Kebijakan Luar Negeri, sementara mantan Perdana Menteri Protugas Antonio Costa akan menjabat sebagai Presiden Dewan Eropa.

"Kaja, Ursula, dan António menerima. Rencana pertahanan diterima. Memuaskan. Untuk Polandia dan Eropa," cuit PM Polandia Donald Tusk di akhir pertemuan puncak Uni Eropa yang ditujukan untuk masa depan dan kebijakan keamanan Eropa, Perdana Menteri Polandia, Donald, dilansir dari The Guardian 28 Juni.

Sementara itu, PM Hongaria Viktor Orban memberikan suara menentang von der Leyen dan Kallas, kata para diplomat Uni Eropa, seperti mengutip Reuters.

Adapun PM Italia Giorgia Meloni abstain dalam pemungutan suara untuk von der Leyen, namun memberikan suara menentang Costa dan Kallas untuk jabatan mereka, kata mereka.

Jalan von der Leyen menuju masa jabatan lima tahun kedua bukanlah sesuatu yang sudah pasti: ia harus memenangkan suara mayoritas dari 720 anggota Parlemen Eropa, yang diperkirakan akan memberikan suaranya bulan depan.

Menjadi wanita pertama yang memimpin eksekutif sepanjang sejarah Uni Eropa pada tahun 2019, von der Leyen dianggap oleh para pemimpin blok tersebut telah bekerja dengan baik dalam menangani respons Uni Eropa terhadap pandemi yang terjadi sekali dalam seabad, serta perang terbesar di tanah Eropa sejak 1945.

Statusnya sebagai calon terdepan semakin mengukuhkan setelah partai Rakyat Eropa (EEP) yang berhaluan kanan-tengahnya memperoleh jumlah kursi terbanyak dalam pemilihan Parlemen Eropa awal bulan ini.

Rintangan lain telah diatasi minggu ini, setelah kesepakatan antara para pemimpin Uni Eropa yang mewakili kelompok pro-Eropa terbesar di blok tersebut, EEP, Sosialis dan kelompok Renew yang berhaluan tengah.

Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, telah mengecam keras kesepakatan antara ketiga kelompok pro-Eropa tersebut. Saat pertemuan puncak berakhir, PM Meloni mengulangi kritiknya terhadap proses yang menurutnya "salah dalam metode dan substansi". Pemerintahnya, katanya, terus "berusaha untuk akhirnya memberi Italia bobot yang layak di Eropa".