Bagikan:

JAKARTA - Anggota dan Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal majelis hakim yang mengabulkan nota keberatan (eksepsi) mantan Hakim Agung Gazalba Saleh (GS).

"KY telah menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim terhadap majelis hakim kasus putusan sela perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang yang menjerat Hakim Agung nonaktif GS. Laporan yang ditandatangani oleh Ketua KPK tersebut ditujukan kepada Ketua KY," ujar Mukti saat dihubungi dari Jakarta, Antara, Rabu, 26 Juni.

Menurut Mukti, Ketua KY Amzulian Rifai telah memberikan penugasan atau disposisi kepada tim pengawas hakim (waskim) untuk menindaklanjuti laporan tersebut.

"Saat ini, tim waskim sedang mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk segera menindaklanjuti, termasuk memverifikasi kelengkapan persyaratan administrasi dan substansi untuk dapat diregister," tuturnya.

Di samping itu, Mukti juga mengatakan bahwa KY memprioritaskan laporan KPK itu karena mengingat perhatian publik. KY, ujar dia, akan memroses laporan tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku, termasuk menggali informasi, memeriksa pelapor, dan saksi.

"Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan pemanggilan terhadap terlapor," ucap Mukti.

Kendati demikian, KY menegaskan tidak akan masuk kepada teknis yudisial karena bukan menjadi kewenangan lembaga itu. "KY akan melihat apakah ada pelanggaran etik di balik putusan tersebut. Info selanjutnya akan kami update (perbarui)," imbuh Mukti.

Sebelumnya, Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan bahwa pihaknya telah melaporkan majelis hakim yang memutus putusan sela Gazalba Saleh kepada KY dan Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA).

"Kita bukan lagi akan mengadu, kita sudah mengadu," ujar Nawawi saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/6).

Nawawi menjelaskan, laporan tersebut mengenai dugaan pelanggaran kode etik hakim yang mengadili perkara Gazalba Saleh.

"Drafting daripada laporan itu salah satunya adalah kami melihat bahwa majelis hakim pada tingkat pertama itu dalam produk terkesan mengarahkan kepada jaksa penuntut umum kami untuk mengikuti isi putusan yang mereka buat. Itu dari aspek hakim, kami pikir itu bisa ditelaah apakah itu melanggar satu kode etik atau tidak," ujarnya.

Ketua KPK menyerahkan kepada KY maupun Bawas MA perihal benar atau tidak adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis hakim dimaksud.

Diketahui, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/5), mengabulkan nota keberatan atau eksepsi dari tim penasihat hukum Gazalba Saleh.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor itu terdiri dari Fahzal Hendri selaku ketua, dengan Rianto Adam Pontoh dan Sukartono selaku anggota.

Pengadilan tipikor memutuskan bahwa penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum KPK tidak dapat diterima, serta memerintahkan Gazalba Saleh segera dibebaskan dari tahanan.

Kemudian, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (29/5), menyatakan bahwa tim jaksa KPK mengajukan perlawanan (verzet) atas putusan sela tersebut.

Lalu, Senin (24/6), Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan menerima permintaan banding perlawanan yang diajukan KPK. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membatalkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang mengabulkan nota keberatan Gazalba Saleh.

Pengadilan tinggi juga menyatakan surat dakwaan atas nama Gazalba Saleh telah memenuhi syarat formal dan materiil, sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a dan huruf b KUHAP. Oleh karenanya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memerintahkan Pengadilan Tipikor Jakarta untuk melanjutkan perkara Gazalba Saleh.