Bagikan:

JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) bakal turunkan tim investigasi terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang membebaskan Hakim Agung Gazalba Saleh dari dakwaan pencucian uang. Penelusuran dilakukan untuk mencari ada tidaknya pelanggaran etik.

Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata awalnya menyebut lembaganya tak punya wewenang untuk masuk wilayah pertimbangan hakim sebab sudah masuk ke ranah teknis yudisial. Tapi, mereka bisa menganalisa putusan setelah berkekuatan hukum tetap.

“Meskipun KY tidak bisa menilai suatu putusan tetapi putusan dapat menjadi pintu masuk bagi KY untuk menelusuri adanya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) melalui penelusuran terhadap berbagai informasi dan keterangan yang mengarah terhadap dugaan adanya pelanggaran etik dan perilaku hakim pada kasus tersebut dengan menurunkan tim investigasi,” kata Mukti dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 28 Mei.

“Ini yang akan KY lakukan,” sambungnya.

Mukti bilang tim ini bergerak sebagai bentuk inisiatif KY. Masyarakat diminta terus memantau prosesnya. “KY menaruh perhatian mengenai putusan majelis hakim yang mengabulkan eksepsi hakim agung nonaktif GS,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta memerintahkan KPK untuk membebaskan Hakim Agung Gazalba Saleh dalam persidangan yang digelar pada hari ini, Senin, 27 Mei. Perintah ini muncul setelah eksepsi yang diajukan dikabulkan.

“Mengadili, satu, mengabulkan nota keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa Gazalba Saleh,” kata Majelis Hakim Fahzal Hendri.

Eksepsi ini dikabulkan karena hakim menilai jaksa pada KPK belum menerima penunjukkan dari Jaksa Agung. Sehingga, surat dakwaan yang disampaikan tak dapat diterima.

Putusan ini kemudian menimbulkan reaksi keras dari Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Ia bahkan minta Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY) memeriksa majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang menyidangkan kasus tersebut.

Adapun hakim yang menangani perkara itu adalah Fahzal Hendri, Rianto Adam Pontoh, dan hakim Ad Hoc Sukartono.