Bagikan:

JAKARTA - Filipina masih meminta klarifikasi dari Pentagon mengenai operasi propaganda rahasia Amerika Serikat (AS) yang bertujuan untuk menimbulkan keraguan di tengah masyarakat Filipina terhadap vaksin China saat puncak pandemi COVID, kata seorang pejabat kementerian luar negeri.

Investigasi Reuters pada 14 Juni merinci bagaimana Pentagon menjalankan kampanye pengaruh rahasia pada tahun 2020 dan 2021 untuk merendahkan vaksin Sinovac dan bantuan pandemi lainnya dari Tiongkok di seluruh negara berkembang.

Upaya ini dimaksudkan untuk melawan apa yang Washington lihat sebagai pengaruh geopolitik China yang semakin besar di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara.

Hal ini dimulai pada masa pemerintahan mantan Presiden Donald Trump dan berakhir beberapa bulan setelah Presiden Joseph Biden menjabat.

"Kami belum menerima tanggapan resmi dan formal mengenai konfirmasi, penolakan, atau apa pun. Kami menunggu. Kami terus memantau dan meminta informasi," kata Asisten Menteri Luar Negeri Jose Victor Chan-Gonzaga kepada Komite Hubungan Luar Negeri Senat yang sedang menyelidiki kampanye informasi AS dilansir Reuters, Selasa, 25 Juni.

Segera setelah investigasi Reuters terbit, Chan-Gonzaga mengatakan kementerian luar negeri telah menghubungi kedutaan AS di Manila melalui “mekanisme konsultasi rutin kami” namun dirujuk ke Departemen Pertahanan AS.

Ketika dihubungi untuk memberikan komentar lebih lanjut, kedutaan AS juga merujuk Reuters ke Departemen Pertahanan AS.

Seorang pejabat senior Departemen Pertahanan yang dikutip oleh Reuters dalam laporan tanggal 14 Juni mengakui militer AS terlibat dalam propaganda rahasia untuk meremehkan vaksin China di negara-negara berkembang, tetapi menolak memberikan rinciannya.

Senator Imee Marcos, yang memimpin Komite Hubungan Luar Negeri, menggambarkan kampanye militer AS sebagai tindakan yang "jahat, jahat, berbahaya, tidak etis".

Imme Marcos, saudara perempuan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr, mengatakan jumlah warga Filipina yang jatuh sakit dan meninggal karena COVID sangatlah “mengejutkan”.

Hampir 67.000 orang Filipina meninggal karena COVID hingga saat ini, sementara jumlah orang yang terinfeksi telah mencapai lebih dari 4,1 juta, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menjadikan Filipina salah satu negara yang paling terkena dampak pandemi ini di Asia Tenggara.