JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus suap izin ekspor benur atau benih lobster, yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo dengan memanggil sejumlah saksi.
Ada dua saksi yang dipanggil hari ini, salah satunya adalah Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar.
"Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 17 Maret.
Selain Antam, KPK juga memanggil saksi lainnya yaitu Inspektur Jenderal KKP M. Yusuf. Dia juga akan diperiksa untuk melengkapi berkas perkara milik mantan politikus Partai Gerindra tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Senin, 15 Maret kemarin, KPK melakukan penyitaan terhadap uang senilai Rp52,3 miliar yang diduga sebagai Bank Garansi.
BACA JUGA:
Komisi antirasuah menduga, saat itu Edhy Prabowo selaku mantan Menteri Kelautan dan Perikanan memerintahkan Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar untuk membuat surat perintah tertulis.
KPK menyebut, surat ini berkaitan dengan penarikan jaminan bank dari para eksportir kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).
"Selanjutnya Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima Bank Garansi tersebut," jelasnya.
Hanya saja, belakangan diketahui, aturan penyerahan jaminan bank tersebut sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih lobster tersebut ternyata tidak pernah ada.
Melihat keterlibatan Antam dalam proses tersebut, KPK membuka peluang untuk melakukan pemanggilan dan pemeriksaan dalam kasus suap izin ekspor benur atau benih lobster. Apalagi, dia mendapatkan perintah langsung dari Edhy Prabowo.
Adapun dalam kasus suap ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).
Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).
Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.
Uang ini dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.