JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemanggilan terhadap seorang saksi dalam kasus suap benur atau benih lobster.
Dia bakal diperiksa untuk melengkapi berkas perkara milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, yang dalam kasus ini menjadi tersangka penerima suap.
"Ade Mulyana Saleh, wiraswasta diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 16 Maret.
Belum diketahui materi pemeriksaan yang akan ditanyakan kepada Ade. Namun, dia diduga mengetahui adanya dugaan tindak pidana korupsi yang saat ini tengah diusut oleh komisi antirasuah.
Diberitakan sebelumnya, KPK terus mengusut kasus yang menjerat Edhy bersama anak buahnya tersebut. Hal ini terbukti dengan langkah komisi antirasuah melakukan penyitaan terhadap uang senilai Rp52,3 miliar.
BACA JUGA:
Uang jaminan bank tersebut diduga dari para eksportir benur atau benih lobster yang telah mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Komisi antirasuah menduga, saat itu Edhy Prabowo selaku mantan Menteri Kelautan dan Perikanan memerintahkan Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar untuk membuat surat perintah tertulis.
Ali mengatakan, surat ini berkaitan dengan penarikan jaminan bank dari para eksportir kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM). "Selanjutnya Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima Bank Garansi tersebut," jelasnya.
Hanya saja, belakangan diketahui, aturan penyerahan jaminan bank tersebut sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan Ekspor benih bening lobster tersebut diduga tidak pernah ada.
Dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).
Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).
Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.
Uang ini dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.