Bagikan:

MATARAM - Warga yang bermukim di Gili Meno, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat terungkap mengalami krisis air bersih selama 29 hari terhitung sejak 22 Mei 2024.

Masrun, Kepala Dusun Gili Meno menyampaikan krisis air bersih tersebut kini kian terasa di masyarakat karena memberikan dampak yang cukup besar bagi keberlanjutan roda perekonomian di gili.

"Jadi, kondisi kami saat ini sudah semakin sulit, kami butuh solusi jelas," kata Masrun dilansir ANTARA, Kamis, 20 Juni.

Dia mengatakan pergerakan roda perekonomian Gili Meno sangat bergantung pada kemajuan di sektor pariwisata. Ramainya kunjungan wisatawan pada periode bulan ini menjadi harapan masyarakat Gili Meno meraup keuntungan.

Namun demikian, krisis air yang sudah terjadi 29 hari di Gili Meno telah mengakibatkan harapan itu pupus. Masyarakat kini sudah tidak lagi berpikir soal keuntungan, tetapi bagaimana bertahan hidup di tengah pulau kecil tanpa air bersih.

"Bayangkan saja, warga di sini sudah mulai banyak yang kehilangan ternaknya, banyak sapi mati karena kekurangan air," ujarnya.

Atas adanya dampak ini dia berharap kepada pihak pemerintah daerah agar segera mengambil langkah untuk mengatasi krisis air bersih di Gili Meno.

Apabila hal tersebut tidak ditangani dengan cepat, Masrun khawatir akan timbul dampak yang lebih parah.

Sebelum terjadi krisis, Gili Meno mendapat pasokan air bersih dari perusahaan swasta yang memanfaatkan air tanah, yakni PT Berkah Air Laut (BAL). Namun, PT BAL kini tengah menjalani proses hukum atas dugaan pemanfaatan air tanah untuk penyediaan air bersih di kawasan gili secara ilegal.

Karena itu, sarana produksi air bersih dari PT BAL hasil kerja sama dengan PT Gerbang NTB Emas (GNE) tersebut kini berada dalam kuasa penyitaan pihak pengadilan.

Pemerintah daerah sebelumnya telah memberikan solusi dengan menghadirkan PT Tiara Cipta Nirwana (TCN) sebagai pengganti PT BAL. Perusahaan swasta yang berkantor di Bali tersebut mengelola penyediaan air bersih di kawasan gili bekerja sama dengan PDAM Amerta Dayan Gunung, Kabupaten Lombok Utara.

Perusahaan tersebut menyediakan air bersih dari hasil penyulingan air laut dengan menerapkan metode "Sea Water Reverse Osmosis" (SWRO).   menghentikan distribusi air bersih ke Gili Meno.

Namun, upaya pemerintah tersebut ditolak warga Gili Meno dengan dasar rasa khawatir terhadap kerusakan lingkungan yang muncul dari metode penyulingan PT TCN, seperti yang terjadi di Gili Trawangan.

Selain itu, harga jual air bersih yang ditawarkan PT TCN juga jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga yang ditawarkan PT BAL.

Warganya kini bertahan di tengah krisis air bersih dengan mengandalkan pembelian dari kawasan seberang, yakni air bersih yang didatangkan dari Pelabuhan Bangsal, Kabupaten Lombok Utara yang menjual air bersih dengan harga Rp10.000 per galon.

"Saya saja habis 5 galon sehari, udah berapa uang yang kami keluarkan. Bagaimana jika naik nanti juga ayo gimana?" ujar Masrun.

Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah NTB, Ibnu Salim sebelumnya mengatensi persoalan krisis air bersih yang terjadi di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Gili Tramena, khususnya Gili Meno, Kabupaten Lombok Utara, akibat adanya persoalan hukum.

"Air itu kebutuhan dasar, sehingga harus segera ada jalan keluar. Kita harus duduk bersama dengan para pihak terkait dan ini saya lapor juga ke Pj Gubernur," katanya.