JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan negara harus bertanggung jawab atas persoalan krisis air yang terjadi di kawasan wisata Gili Meno dan Trawangan.
Direktur Walhi NTB Amri Nuryadin mengatakan pemerintah juga harus bertanggung jawab kerusakan ekosistem laut dampak pengeboran pemasangan pipa penyulingan air laut milik PT Tiara Cipta Nirwana (TCN) di Gili Trawangan.
"Yang pasti, negara di sini harus bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi di Gili Trawangan dan juga di Gili Meno, baik persoalan krisis air maupun dampak perluasan dari kerusakan ekosistem laut di Gili Trawangan," kata Amri usai menggelar diskusi publik soal pengentasan krisis air Gili Meno dan Trawangan di Mataram, Kamis 31 Oktober, disitat Antara.
Amri menyampaikan, hasil pertemuan dalam diskusi publik tersebut Walhi NTB bersama seluruh elemen masyarakat yang berdomisili di Gili Meno dan Trawangan mendesak pemerintah untuk segera menemukan solusi dalam pemenuhan hak dasar masyarakat tersebut.
"Kami yakin, pemerintah memiliki solusi-solusi, baik dalam jangka pendek maupun panjang dalam air bersih yang menjadi kebutuyan dasar masyarakat. Kami akan terus melakukan beragam upaya, termasuk advokasi untuk masyarakat agar kebutuhan air bersih ini bisa segera terpenuhi," ujarnya.
Menurut dia, tawaran solusi jangka pendek yang muncul dalam diskusi publik tersebut berupa penyambungan pipa air bersih dari Gili Air menuju Gili Meno dan Trawangan bisa menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk mengentaskan persoalan krisis air bersih tersebut.
"Dalam diskusi publik tadi ada disebut bahwa pipa distribusi air bersih dari Pantai Sire menuju Gili Air itu dapat disambungkan ke Gili Meno dan Trawangan. Dari diskusi disebutkan, solusi itu bisa diselesaikan dalam waktu satu bulan. Itu yang kami dorong agar pemerintah bisa lebih serius dalam mengentaskan pemenuhan hak dasar masyarakat ini," ucap dia.
Dia turut mengingatkan agar persoalan kerusakan ekosistem laut dampak dari pengeboran pemasangan pipa milik PT TCN yang mengakibatkan adanya endapan lumpur seluas 2.364 meter persegi dengan ketinggian mencapai 1 meter menutupi terumbu karang di perairan Gili Trawangan agar menjadi perhatian pemerintah daerah.
BACA JUGA:
Dia berharap agar sanksi administratif yang nanti akan diterapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terhadap PT TCN dapat menjadi momentum pemerintah daerah mengkaji kembali soal keberadaan PT TCN di kawasan Gili Trawangan maupun rencana pembangunan sarana di Gili Meno.
"Kami menegaskan bahwa Walhi NTB akan mengawal proses rehabilitasi kawasan ekosistem laut itu sampai tuntas, termasuk mendorong Pemerintah Kabupaten Lombok Utara untuk mengkaji ulang soal operasional PT TCN," katanya.
Koordinator BKKPN Kupang Wilayah Kerja Perairan Gili Trawangan, Meno, dan Air (Tramena) Martanina turut menyatakan bahwa pihaknya mendukung upaya pengentasan krisis air dan perbaikan kerusakan ekosistem laut tersebut.
Dari berbagai solusi yang muncul dalam diskusi publik tersebut, dia menegaskan bahwa BKKPN Kupang mendukung hal tersebut dengan menerapkan metode yang ramah lingkungan.
"Apa pun metode-nya nanti, kami tetap mendukung selagi itu sifatnya ramah lingkungan," ujar Martanina.