JAKARTA - Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) terus berupaya dengan berbagai cara agar perkara tewasnya laskar Front Pembela Islam (FPI) di tol Jakarta Cikampek KM 50 dibawa ke Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
Inisiator TP3, Marwan Batubara mengatakan salah satu cara yang dilakukan dengan menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Jadi kami di sini juga mengingatkan Pak Jokowi supaya memperhatikan (perkara tewasnya laskar FPI)," ucap Marwan dalam acara Muabalah Keluarga 6 Laskar FPI, Rabu, 3 Maret.
Tapi, respons dari Jokowi dianggap tidak sesuai dengan harapan. Meski demikian, Marwan menyebut tak mempermasalahkan hal tersebut.
TP3, sambung Marwan, bakal terus melakukan langkah-langkah advokasi terkait persoalan tersebut. Hingga nantinya, perkara itu dapat terselesaikan dengan baik.
"Kami terus melakukan advokasi yang berkelanjutan siapa tahu pak Jokowi berubah sikap di tengah jalan," katanya.
"Tapi seandainya pun tidak, namanya advokasi sepajang ada nyawa ditanggung badan saya kira kita akan terus melakukan itu dan memang untuk terus kami lakukan," sambung dia.
BACA JUGA:
Beberapa hari berselang, tujuh anggota TP3 pun mendatangi Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Mereka tiba sekitar pukul 10.00 WIB.
Pertemuannya dengan Jokowi, yang didampingi oleh Menkopolhukam Mahfud MD dan Mensesneg Pratikno, hanya berlangsung sekitar 15 menit.
Mahfud MD pun menyebut suasana pertemuan tersebut cukup serius dalam waktu yang singkat. Pada intinya, Amien Rais yang mewakili TP3 meminta Jokowi menggelar pengadilan HAM terkait penembakan enam laskar FPI.
Alasannya, mereka yakin telah terjadi pembunuhan yang dilakukan dengan cara melanggar HAM berat, bukan pelanggaran HAM biasa.
"Tadi mereka menyatakan keyakinan telah terjadi pembunuhan terhadap enam laskar FPI dan mereka meminta agar ini dibawa ke pengadilan HAM karena pelanggaran HAM berat. Itu yang disampaikan kepada presiden," kata Mahfud, Selasa, 9 Maret.
Kemudian, Amien Rais dan kawan-kawan mengingatkan Jokowi bahwa harus ada penegakan hukum sesuai dengan ketentuan hukum serta sesuai dengan perintah tuhan, terkait tewasnya enam laskar FPI.
"Perintah Tuhan bahwa hukum itu adil. Yang kedua ada ancaman dari tuhan, kalau orang membunuh orang mukmin tanpa hak, maka ancamannya neraka jahanam," ujar Mahfud meniru ucapan TP3.
Lima hari berselang, TP3 membeberkan hasil pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Setidaknya ada dua poin utama yang disampaikan kepada Jokowi.
Ketua TP3 enam laskar FPI Abdullah Hehamahua mengatakan pihaknya meminta pemerintah agar tragedi 7 Desember 2020 bisa dibawa ke pengadilan hak asasi manusia (HAM) bukan peradilan biasa.
TP3 mendorong kasus itu diusut ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Sebab, tewasnya enam laskar FPI termasuk kategori pelanggaran HAM berat.
Poin berikutnya dalam pertemuan dengan Jokowi adalah meminta transparansi dalam pengungkapan tragedi yang menewaskan enam laskar FPI.
Abdullah mengaku Jokowi menujukan respons baik atas permintaan itu. Kata dia, Kepala Negera berjanji akan memastikan kasus kematian 6 laskar FPI tersebut ditangani dengan baik.
"Presiden menjawab dua poin. Artinya pemerintah akan melaksanakan secara terbuka, secara adil, dan kalau TP3 silakan sampaikan," tuturnya.
Abdullah mengatakan, TP3 sampai saat inu masih beranggapan tragedi 7 Desember 2020 mengandung unsur pelanggaran HAM berat. Bahkan, Abdullah mengklaim tengah menyusun bukti yang memperkuat anggapan itu.
"Kami insyaallah punya data-data itu ada dan sekarang kami lagi susun dalam bentuk buku putih 2 jilid. Karena tebal kami buat 2 jilid. Jilid pertama itu summary dan jilid 2 itu data-data," ujarnya.
Sebagai informasi, enam anggota Laskar FPI tewas ditembak polisi. Mereka diberikan tindak tegas karena menyerang anggota polisi.
Tindakan tegas polisi ini berawal dari penyelidikan polisi terkait jadwal pemeriksaan terhadap Rizieq Shihab. Sebab, polisi mendapat informasi jika bakal ada pengerahan massa.
Tapi dalam proses penyelidikan dengan cara membuntuti pergerakan Rizieq, anggota Polda Metro Jaya justru mendapat serangan.Berdasarkan penuturan polisi, penyerangan itu terjadi ruas tol Jakarta-Cikampek KM 50. Penyerangan diawali dengan mobil laskar khusus memepet mobil polisi.
Kemudian, sekitar 10 orang laskar khusus itu menyerang mobil anggota dengan menggunakan senjata api (senpi) dan senjata tajam (sajam). Hingga akhirnya polisi membalas tembakan itu.
Akibatnya, enam orang meninggal dunia di lokasi. Sementara, empat laskar lainnya melarikan diri.