JAKARTA - Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) meminta keseriusan polisi mengusut tuntas perkara tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI).
Mereka mengundang polisi untuk melakukan sumpah mubahalah. Tapi, polisi, khususnya Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, dan 3 anggota lainnya tak menghadiri undangan tersebut.
Anggota TP3 Amien Rais mengatakan, sumpah mubahalah atau yang lebih dikenal di masyarakat sebagai sumpah pocong merupakan sumpah pemutus dalam istilah hukum.
Sumpah mubahalah ini diajukan kepada Polda Metro Jaya untuk membuktikan kebenaran pernyataan terkait kasus tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI).
"Sesungguhnya dalam hukum perdata maupun hukum yang kita hadapi saat ini perselisihan-perselisihan dua pihak, itu kalau dalam istilah populer itu sumpah pocong," ujar Amien Rais dalam acara Mubahalah Keluarga 6 Laskar FPI, Rabu, 3 Maret.
"Ternyata sumpah pocong ini ada istilah hukumnya yang teknis yaitu sumpah pemutus," sambung dia sambil mengatakan, informasi dari salah seorang anggota TP3.
Tapi, kata Amien, sumpah itu tidak diterapkan oleh lembaga atau institusi manapun. "Bahwa mubahalah ini tidak ada lembaganya, tidak ada institusinya di dalam hukum positif kita," kata dia.
Selain itu, Inisiator TP3 Marwan Batubara menyebut telah bersurat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait persoalan tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) di tol Jakarta Cikampek KM 50. Hanya saja, jawaban yanga diterima tak sesuai harapan.
"Jadi kami di sini juga mengingatkan Pak Jokowi supaya memperhatikan (Baca: perkara tewasnya 6 laskar)," ucap Marwan.
Tapi, Marwan menegaskan tidak mempermasalahkan respons dari Jokowi itu sebab TP3 bakal terus melakukan langkah-langkah advokasi terkait persoalan tersebut.
"Kami terus melakukan advokasi yang berkelanjutan siapa tahu pak Jokowi berubah sikap di tengah jalan," kata dia
"Tapi seandainya pun tidak, namanya advokasi sepajang ada nyawa ditanggung badan saya kira kita akan terus melakukan itu dan memang untuk terus kami lakukan," sambung dia.
Hingga nantinya tujuan untuk mencari keadilan di balik perkara tewasnya 6 laskar FPI terpenuhi. Terutama, kata Marwan, para pelaku harus dihukum atas semua perbuatannya.
"Sama-sama berupaya melakukan advokasi agar kasus pembunuhan terhadap 6 laskar FPI itu bisa tuntas dan hukum ditegakan dan yang melakukan pembunuhan dihukum," tandas dia
Di sisi lain, Polri menujukan keseriusannya dalam penanganan perkara tersebut. Salah satunya, dengan menetapkan tiga anggota Polda Metro Jaya sebagai terlapor dalam perkara unlawful killing.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian mengatakan, penetapan tiga anggota itu sebagai terlapor berdasarkan hasil penyelidikan.
"3 orang (anggota Polda Metro). Kalau di unlawful killing itu artiya adalah anggota Polri yang membawa 4 orang (laskar FPI)," kata Andi.
Penetapan ini berdasarkan laporan polisi (LP) yang sudah dibuat pada pekan lalu. Hanya saja tak dijelaskan rinci laporan tersebut.
"Sudah, LP nya sudah. Minggu lalu (dibuat)," kata dia.
Dengan dasar LP tersebut, penyelidik akan mencari bukti permulaan dalam kasus tersebut. Dengan begitu, nantinya bakal ditentukan ada tidaknya pelanggaran pidana.
"Kita lakukan penyidikan dulu untuk temukan bukti permulaan. kan permulaan dulu baru bisa ditentukan naik sidik,” sambung Andi Rian.
BACA JUGA:
Sebagai informasi, hasil investigasi Komnas HAM, disebutkan ada dua rangkaian peristiwa di balik kasus tewasnya 6 laskar FPi. Satu di antaranya soal penembakan yang terjadi di sekitar KM 50 Jalan Tol Cikampek. Saat itu, sebanyak empat orang laskar FPI yang tadinya dalam keadaan hidup kemudian ditemukan tewas.
Rangkaian pertama soal KM 50 ke atas. Terdapat empat anggota laskar FPI yang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara kemudian ditemukan tewas. Sehingga peristiwa itu merupakan bentuk pelanggaran HAM
Kemudian, penembakan sekaligus empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain untuk menghindari jatuhnya korban jiwa mengindikasikan ada tindakan unlawful killing terhadap laskar FPI.